Senin 10 Jan 2022 14:20 WIB

Rusia: Tak Ada Konsesi di Bawah Tekanan AS Terkait Krisis Ukraina

Rusia berkomitmen tak akan membuat konsesi di bawah tekanan Amerika Serikat

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Seorang tentara Rusia melihat melalui senapan snipernya selama latihan militer gabungan. Rusia berkomitmen tak akan membuat konsesi di bawah tekanan Amerika Serikat. Ilustrasi.
Foto:

Puluhan ribu tentara Rusia ditempatkan di dekat perbatasan dengan Ukraina dalam persiapan untuk bisa menjadi invasi, seperti dikatakan Washington dan Kiev. Delapan tahun lalu Rusia merebut semenanjung Krimea dari Ukraina. Komentar Ryabkov, yang membandingkan situasi itu dengan krisis misil Kuba 1962 ketika dunia berada di ambang perang nuklir, konsisten dengan sikap tanpa kompromi yang telah diisyaratkan Rusia selama berminggu-minggu.

Rusia membantah rencana invasi dan mengatakan pihaknya menanggapi apa yang disebutnya perilaku agresif dan provokatif dari aliansi militer NATO dan Ukraina, yang telah condong ke Barat dan bercita-cita untuk bergabung dengan NATO.

Semakin memperumit keadaan, Rusia mengirim pasukan ke Kazakhstan, negara tetangga, pekan lalu setelah bekas republik Soviet penghasil minyak itu dilanda gelombang kerusuhan. Kementerian luar negeri Rusia bereaksi keras pada Sabtu terhadap cemoohan Blinken bahwa "begitu orang-orang Rusia ada di rumahmu, terkadang sangat sulit menyuruh mereka pergi".

Garis Merah

Bulan lalu, Rusia mengajukan serangkaian tuntutan, termasuk larangan ekspansi NATO lebih lanjut dan diakhirinya aktivitas aliansi itu di negara-negara Eropa tengah dan timur yang bergabung setelah 1997. AS dan NATO telah menolak sebagian besar proposal Rusia karena dinilai tak efektif.

AS tidak bersedia membahas penarikan beberapa pasukan dari Eropa timur atau mengesampingkan perluasan NATO untuk memasukkan Ukraina, kata Blinken. Mengabaikan tuntutannya untuk agenda yang lebih terbatas akan menjadi kemunduran besar yang tampaknya tidak mungkin dilakukan Rusia, terutama setelah berminggu-minggu menggerakkan pasukannya di dekat Ukraina dan serangkaian pernyataan keras dari Presiden Vladimir Putin.

Pemimpin Kremlin itu telah mengatakan setelah gelombang ekspansi NATO yang berturut-turut, inilah saatnya bagi Rusia untuk menegakkan "garis merah" dan memastikan aliansi tersebut tidak mengakui Ukraina atau menempatkan sistem senjata di sana yang akan menargetkan Rusia.

Ukraina memperoleh pemenuhan janji NATO pada 2008 bahwa mereka akan diizinkan untuk bergabung suatu hari nanti. Akan tetapi para diplomat mengatakan tidak ada masalah tentang hal itu yang akan terjadi dalam waktu dekat. NATO menyebut pihaknya adalah aliansi pertahanan dan Moskow tidak perlu takut akan hal itu.

Aliansi itu jauh dari pandangan dunia Putin, yang melihat Rusia berada di bawah ancaman dari kekuatan Barat yang bermusuhan, yang katanya telah berulang kali melanggar janji -- yang diberikan ketika Perang Dingin berakhir -- untuk tidak meluas ke perbatasannya. AS dan sekutunya membantah memberikan janji semacam itu.

Dalam dua percakapan dalam lima minggu terakhir, Presiden AS Joe Biden memperingatkan Putin bahwa Rusia akan menghadapi sanksi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya jika terjadi agresi lebih lanjut terhadap Ukraina. Negara-negara Kelompok Tujuh dan Uni Eropa telah bergabung untuk mengeluarkan ancaman "konsekuensi besar.

"Putin mengatakan ancaman itu akan menjadi kesalahan besar yang akan menyebabkan putusnya hubungan. Selain pembicaraan Jenewa, Rusia juga akan mengadakan negosiasi dengan NATO di Brussel pada Rabu dan di Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa di Wina pada Kamis.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement