Senin 07 Feb 2022 09:56 WIB

Takut Ancaman Junta, Ratusan Orang Tua Myanmar tak Akui Anaknya

Keluarga memutuskan hubungan dengan anaknya yang menentang junta militer

Rep: Rizky Jaramaya / Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi: Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.
Foto: Anadolu Agency
Ilustrasi: Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Setiap hari selama tiga bulan terakhir, rata-rata enam atau tujuh keluarga di Myanmar telah memasang pemberitahuan di surat kabar milik negara untuk memutuskan hubungan dengan putra, putri, keponakan, dan cucu yang secara terbuka menentang junta militer. Pemberitahuan itu mulai muncul pada November lalu, setelah militer mengumumkan akan mengambil alih properti lawannya dan menangkap orang-orang yang memberi perlindungan kepada pengunjuk rasa.  

Pengumuman militer tersebut diikuti dengan penggerebekan di beberapa rumah. Lin Lin Bo Bo adalah mantan penjual mobil yang bergabung dengan kelompok bersenjata oposisi untuk menentang kekuasaan militer. Lin Lin Bo Bo adalah salah satu dari mereka yang tidak diakui oleh orang tuanya dalam sekitar 570 pemberitahuan yang ditinjau oleh Reuters.

Baca Juga

"Kami menyatakan bahwa kami tidak mengakui Lin Lin Bo Bo karena dia tidak pernah mendengarkan kehendak orang tuanya," kata pemberitahuan yang diunggah oleh orang tuanya, San Win dan Tin Tin Soe, di surat kabar milik negara The Mirror pada November tahun lalu.

Lin Lin Bo Bo melarikan diri dari Myanmar dan sekarang tinggal di perbatasan Thailand. Wanita berusia 26 tahun itu mengatakan, ibunya tidak mengakuinya setelah tentara datang ke rumah keluarga mereka untuk mencarinya.  Beberapa hari kemudian, dia menangis ketika membaca pemberitahuan di koran.

"Rekan-rekan saya mencoba meyakinkan saya bahwa, tidak dapat dihindari bagi keluarga untuk melakukan itu di bawah tekanan. Tapi saya sangat patah hati," ujar Lin Lin Bo Bo.

Lin Lin Bo Bo berkata dia berharap suatu hari bisa pulang dan menghidupi keluarganya. "Saya ingin revolusi ini berakhir secepat mungkin," katanya.

Menargetkan keluarga aktivis oposisi adalah taktik yang digunakan oleh militer Myanmar selama kerusuhan pada 2007 dan akhir 1980-an. Taktik ini lebih sering digunakan sejak militer melakukan kudeta pada 1 Februari 2021.

Staf advokasi senior di kelompok hak asasi manusia Burma Campaign UK, Wai Hnin Pwint Thon mengatakan, menolak anggota keluarga secara terbuka merupakan sejarah panjang dalam budaya Myanmar. Wai Hnin Pwint Thon, yang mengatakan, dia melihat lebih banyak pemberitahuan seperti itu di media daripada sebelumnya.

"Anggota keluarga takut terlibat dalam kejahatan. Mereka tidak ingin ditangkap, dan mereka tidak ingin mendapat masalah," kata Wai Hnin Pwint Thon.

Dalam konferensi pers pada November juru bicara militer Zaw Min Tun menanggapi pemberitahuan yang dimuat di koran nasional. Dia mengatakan bahwa, orang-orang yang membuat pernyataan seperti itu di surat kabar masih dapat dituntut jika terbukti mendukung oposisi terhadap junta.

Ratusan ribu orang di Myanmar turun ke jalan untuk memprotes kudeta setahun lalu. Setelah tindakan keras terhadap demonstrasi oleh tentara, beberapa pengunjuk rasa melarikan diri ke luar negeri atau bergabung dengan kelompok-kelompok bersenjata di bagian-bagian terpencil negara itu.  

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement