REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Agen mata-mata Australia mengatakan telah mengganggu upaya pemerintah asing mendanai pemilihan kandidat yang simpatik secara politik atau rentan terhadap bujukan. Warga Australia akan memilih pemerintah nasional pada Mei.
Direktur jenderal Organisasi Intelijen Keamanan Australia Mike Burgess tidak mengidentifikasi negara tersebut. Dia juga tidak mengatakan apakah pemilihan yang ditargetkan adalah federal atau negara bagian.
"Kasus ini melibatkan seorang individu kaya yang memelihara hubungan langsung dan mendalam dengan pemerintah asing dan badan-badan intelijennya," kata Burgess.
"Dalang" yang kaya memberi agen ratusan ribu dolar untuk menemukan kandidat yang simpatik atau rentan terhadap bujukan dan kultivasi. Bujukan itu termasuk janji cerita yang menguntungkan di platform berita berbahasa asing, konsultan, dan periklanan.
Hubungan antara Australia dan China telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Beijing marah dengan undang-undang yang diperkenalkan oleh Canberra pada 2019 yang melarang sumbangan asing ke partai politik dan campur tangan asing terselubung dalam politik negara itu.
Pemerintah menjelaskan bahwa undang-undang tersebut merupakan tanggapan terhadap campur tangan asing dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) dan Prancis. Kondisi itu pun terjadi pada referendum Brexit di Inggris.
Seorang pemimpin organisasi komunitas China dan mantan kandidat politik yang berbasis di Melbourne, menjadi orang pertama yang didakwa dengan campur tangan asing. Tahun lalu, penasihat politik yang berbasis di Sydney John Shi Sheng Zhangon kehilangan gugatan di pengadilan tertinggi Australia terhadap surat perintah penggeledahan yang digunakan dalam penyelidikan polisi terhadap campur tangan asing ilegal atas nama Cina.