REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperingatkan Kepulauan Solomon tentang kesepakatan keamanannya dengan China. Washington bakal merespons sesuai jika kesepakatan tersebut mengarah pada kehadiran militer Beijing di wilayah negara Pasifik tersebut.
Peringatan itu disampaikan langsung oleh delegasi AS yang berkunjung ke Kepulauan Solomon. Penasihat keamanan AS untuk Indo-Pasifik Kurt Campbell merupakan salah satu pejabat yang termasuk dalam delegasi. Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare telah meyakinkan AS bahwa tidak akan ada kehadiran China jangka panjang di wilayah negaranya.
Kendati demikian, Gedung Putih menekankan akan tetap mengikuti perkembangan di sana dengan berkonsultasi dengan mitra regional. "Perwakilan Kepulauan Solomon mengindikasikan bahwa perjanjian itu hanya memiliki penerapan domestik, tapi delegasi AS mencatat ada potensi implikasi keamanan regional dari perjanjian itu, termasuk untuk AS dan sekutu serta mitranya," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan, dikutip the Guardian, Sabtu (23/4/2022).
“Jika langkah-langkah diambil untuk membangun kehadiran militer permanen de facto, kemampuan proyeksi kekuatan, atau instalasi militer, delegasi mencatat bahwa AS kemudian akan memiliki kekhawatiran yang signifikan dan meresponsnya,” kata Gedung Putih menambahkan.
Gedung Putih juga berkomitmen untuk mempercepat pembukaan kembali kedutaan besarnya di Honiara. Rincian kesepakatan antara Kepulauan Solomon dan China belum diumumkan. Namun menurut versi draf, kesepakatan itu akan memungkinkan polisi bersenjata Cina dikerahkan atas permintaan Kepulauan Solomon untuk menjaga “ketertiban sosial”.
Kesepakatan juga akan memungkinkan China “melakukan kunjungan kapal ke, melakukan pengisian logistik, dan memiliki persinggahan dan transisi di Kepulauan Solomon”. Selain itu, pasukan China juga dapat digunakan “untuk melindungi keselamatan personel China dan proyek-proyek besar di Kepulauan Solomon”.
Perjanjian keamanan antara Kepulauan Solomon dan China tak hanya menarik perhatian AS, tapi juga negara di kawasan, terutama Australia dan Selandia Baru.