Kamis 19 May 2022 00:53 WIB

PBB Luncurkan Rencana Dorong Energi Terbarukan

Dalam laporan WMO menyebutkan bumi semakin panas dalam tujuh tahun terakhir.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Warga menggunakan payung saat melintasi kawasan Alun-alun Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/5/2022). Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meresmikan rencana lima poin untuk memulai memperluas penggunaan energi terbarukan.
Foto:

Laporan WMO hanya memberi sedikit terobosan pada data perubahan iklim. Tapi mengumpulkan semua penelitian sebelumnya ke gambaran yang lebih besar mengenai perubahan iklim.

Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas mengatakan pada tahun 2020 emisi turun setelah pandemi virus korona menghentikan aktivitas manusia. Tapi, tambahnya, itu tidak mengubah "gambaran besarnya" karena karbon dioksida yang merupakan penyebab utama gas rumah kaca sudah lama ada dan bertahan, sementara emisi terus tumbuh.

"Kami telah melihat stabilnya pertumbuhan konsentrasi karbon dioksida, yang mana berkaitan pada fakta kami masih menggunakan terlalu banyak bahan bakar fosil, deforestasi di berbagai wilayah seperti Amazon, Afrika, dan Asia selatan masih berlanjut," katanya.

Taalas mengatakan konferensi iklim PBB tahun lalu di Glasgow, Skotlandia gagal menuntut negara-negara BRICS atau Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan memenuhi janjinya untuk memotong emisi mereka. Tujuan utama perjanjian iklim Paris 2015 untuk membatasi pemanasan global 1,5 derajat Celsius.  

"Kami lebih mengarah pada 2,5 sampai 3 derajat lebih panas dibandingkan menahannya 1,5 derajat," kata Taalas.

Pakar iklim memuji ambisi PBB dan mengkhawatirkan temuan WMO. Mereka  mengatakan sejumlah negara bergerak menuju arah yang salah.

"Bila perubahan iklim adalah kematian per seribu, di 2021 kami mengambil perseribunya" kata profesor Ilmu Sistem Bumi Stanford University Rob Jackson.

"Penggunaan batu baru kotor kembali meningkat sebagai insentif stimulasi ekonomi Covid-19 di Cina dan India, kami membangun lebih banyak pabrik batu bara di seluruh dunia dibanding saat kita luring, bagaimana mungkin ini terjadi di tahun 2021," kata Jackson yang juga ketua  Global Carbon Project.

Profesor pendidikan lingkungan di University of Michigan Jonathan Overpeck mencatat bahan bakar fosil berperan besar dalam perang Rusia di Ukraina. Rusia merupakan produsen minyak dan gas dunia termasuk yang dialirkan melalui pipa yang transit ke Ukraina.

"Sekretaris jenderal benar dengan menyalahkan bahan bakar fosil, bahan bakar fosil menyebabkan krisis iklim semakin memburuk dan semuanya datang mengikutinya, solusi pada perubahan iklim, polusi udara mematikan dan keamanan nasional sesungguhnya adalah meninggalkan bahan bakar fosil untuk energi bersih terbarukan," katanya.

"Ini semakin menakutkan, krisis iklim dan perang Eropa meminta tindakan kami, dan segera menyingkirkan bahan bakar fosil secepatnya," tambah Overpeck.

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement