Jumat 22 Jul 2022 08:21 WIB

Militer Sri Lanka Hancurkan Tenda Pengunjuk Rasa di Sekretariat Presiden

Serangan militer terjadi beberapa jam setelah para pengunjuk rasa mundur dari kamp.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
 Seorang pengunjuk rasa, membawa bendera nasional, berdiri dengan yang lain di atas gedung kantor Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, menuntut dia mengundurkan diri setelah presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari negara itu di tengah krisis ekonomi di Kolombo, Sri Lanka, Rabu, 13 Juli 2022. Rajapaksa melarikan diri dengan jet militer pada hari Rabu setelah pengunjuk rasa yang marah merebut rumah dan kantornya, dan menunjuk Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe sebagai penjabat presiden saat dia berada di luar negeri. Wickremesinghe dengan cepat mengumumkan keadaan darurat nasional untuk melawan protes yang membengkak atas keruntuhan ekonomi dan politik negara itu.
Foto: AP/Eranga Jayawardena
Seorang pengunjuk rasa, membawa bendera nasional, berdiri dengan yang lain di atas gedung kantor Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, menuntut dia mengundurkan diri setelah presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari negara itu di tengah krisis ekonomi di Kolombo, Sri Lanka, Rabu, 13 Juli 2022. Rajapaksa melarikan diri dengan jet militer pada hari Rabu setelah pengunjuk rasa yang marah merebut rumah dan kantornya, dan menunjuk Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe sebagai penjabat presiden saat dia berada di luar negeri. Wickremesinghe dengan cepat mengumumkan keadaan darurat nasional untuk melawan protes yang membengkak atas keruntuhan ekonomi dan politik negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID,  KOLOMBO -- Militer Sri Lanka telah menguasai sekretariat presiden di ibu kota setelah menyerang para pengunjuk rasa. Tentara juga menghancurkan tenda di lokasi protes GotaGoGama yang berdekatan, termasuk menangkap beberapa pemimpin protes dan mengepung daerah itu bersama dengan sekitar 100 pengunjuk rasa.

Serangan militer itu terjadi beberapa jam setelah para pengunjuk rasa mundur dari kamp di depan Temple Trees, yang merupakan kediaman resmi perdana menteri. Para pengunjuk rasa telah mengumumkan rencana mereka untuk mundur dari sekretariat presiden pada 22 Juli.

Baca Juga

“Sekitar tengah malam kami mendengar bahwa pasukan besar militer sedang dalam perjalanan menuju GotaGoGama dan tiba-tiba kami melihat mereka berlari ke sekretariat presiden,” ujar seorang pengunjuk rasa, Nipun Charaka Jayasekara, dilansir Aljazirah, Jumat (22/7/2022).

“Segera setelah itu, mereka mengepung daerah itu dan secara brutal menyerang para pengunjuk rasa yang damai, seolah-olah kami adalah preman," kata Jayasekara menambahkan.

Jayasekara menderita luka ringan ketika mencoba melarikan diri dari tindakan keras militer. Saat serangan militer dimulai, Jayasekara mencoba untuk menyiarkannya secara langsung di media sosial, tetapi dia kehilangan ponselnya dalam kekacauan tersebut.

“Beberapa diserang dengan sangat parah, diserang secara tidak manusiawi seolah-olah mereka tidak punya hati.  Kami tidak punya tempat untuk pergi sekarang. Kami terkunci di GotaGoGama. Saya tidak punya apa-apa sekarang, termasuk ponsel. Saya sekarang menggunakan telepon lama,  yang tersisa hanya pakaian saya," kata Jayasekara.

Diperkirakan sekitar 10 pengunjuk rasa terluka parah setelah diserang. ​​Serangan terjadi setelah Ranil Wickremesinghe mengambil sumpah sebagai presiden baru Sri Lanka. Dia menggantikan, Gotabaya Rajapaksa yang melarikan diri setelah pengunjuk rasa menggeruduk kediamannya, yang dipicu oleh krisis ekonomi dan meningkatnya kemarahan publik atas pengaruh politik keluarga Rajapaksa.

Asosiasi Pengacara Sri Lanka telah menerima pemberitahuan tentang tindakan militer tersebut, dan terjadi penangkapan. Presiden Asosiasi Pengacara Sri Lanka, Saliya Peiris, mengatakan, pihak berwenang harus memastikan keselamatan semua orang dan keberadaan mereka harus diketahui.

"Saya sudah mencoba menghubungi IGP (Inspektur Jenderal Polisi) dan juga mengirim pesan ke Pangdam.  Penggunaan kekerasan yang tidak perlu tidak akan membantu negara ini dan merusak citra internasionalnya," ujar Peiris.

Seorang pengunjuk rasa, Anjana Bandarawatta mengatakan, ada kekacauan saat angkatan bersenjata menyerbu. Menurutnya tidak ada peringatan sebelumnya dan militer tiba-tiba datang kemudian mengusir pengunjuk rasa.

“Tidak ada peringatan sama sekali.  Militer tiba-tiba datang dan mengusir kami, menyerang kami dan berteriak dengan bahasa kotor. Mungkin ada 200 pengunjuk rasa tetapi seluruh area terlihat seperti lautan tentara," ujar Bandarawatta.

Seorang pemimpin aksi protes, Shabeer Mohamed, mengatakan, dia diserang oleh seorang perwira angkatan udara saat melaporkan serangan itu secara langsung melalui media sosial. Perwira tersebut datang dari belakang dan menyerang kepalanya.

“Dia datang dari belakang dan menyerang kepala saya, serta membuang ponsel saya saat saya sedang live streaming.  Beberapa orang lain juga diserang ketika mereka melakukan siaran langsung,” kata Shabeer Mohamed.

Beberapa orang menayangkan serangan itu secara langsung di media sosial. Tetapi tayangannya berhenti beberapa kali, karena terganggu oleh pihak berwenang. Rekaman video yang dibagikan di media sosial menunjukkan bagaimana tentara mendekati lokasi protes dan berpaling dari seorang pria ketika dia berteriak “media, media, BBC”.  Mereka kemudian melanjutkan untuk memeriksa tenda-tenda yang didirikan oleh para pengunjuk rasa. Beberapa pemimpin protes, termasuk pengacara Nuwan Bopage, dan aktivis Lahiru Silva, telah ditangkap oleh militer.

“Setelah pengumuman bahwa para pengunjuk rasa berencana untuk menyerahkan Sekretariat Presiden kepada pemerintah pada 22 Juli pukul 14:00, pada dini hari tanggal 22 tepat setelah pukul 01:00 sejumlah besar angkatan bersenjata mengepung GotaGoGama dari semua sisi dan mulai menyerang para pengunjuk rasa yang tidak bersenjata,” kata sebuah pernyataan oleh para pemimpin protes.

Wickremesinghe diperkirakan akan menunjuk perdana menteri baru dan kabinet pada Jumat. Wickremesinghe mengatakan, dia tidak akan mengizinkan aktivitas ilegal seperti menduduki gedung pemerintah atau tindakan yang mencoba menggulingkan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement