REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak telah mengajukan permohonan grasi kepada kerajaan. Permohonan ini diajukan sekitar dua minggu setelah Najib menjalani hukuman penjara selama 12 tahun karena kasus korupsi.
Pengadilan tinggi Malaysia pada 23 Agustus telah menolak banding Najib atas tuduhan korupsi dan pencucian uang dalam kasus yang terkait dengan skandal miliaran dolar di dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Najib, yang juga telah didenda hampir 50 juta dolar AS. Najib secara konsisten membantah telah melakukan kesalahan.
Menurut konstitusi Malaysia, setiap anggota parlemen yang dijatuhi hukuman lebih dari satu tahun penjara akan secara otomatis kehilangan kursi mereka di parlemen. Kecuali jika mereka mengajukan pengampunan kepada raja dalam waktu 14 hari.
Ketua Parlemen, Azhar Azizan Harun, pada Senin (5/9/2022) mengatakan, Najib akan tetap menjadi legislator sampai ada keputusan atas permohonan grasinya. Najib mengajukan grasi pada Jumat (2/9/2022).
"Najib akan kehilangan kursinya jika grasi ditolak," kata Azhar dalam sebuah pernyataan.
Seorang pengacara untuk Najib mengkonfirmasi bahwa, sebuah petisi terkait permohonan pengampunan terhadap Najib telah diajukan. Namun dia menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut.
Petisi tersebut diharapkan akan ditinjau oleh dewan pengampunan yang dipimpin oleh raja. Raja dapat mempertimbangkan saran dari perdana menteri. Sebagai putra bangsawan Melayu, Najib diyakini dekat dengan beberapa sultan Malaysia. Pengampunan penuh akan memungkinkan dia untuk kembali aktif di politik. Bahkan Najib dapat kembali sebagai perdana menteri, seperti yang diminta oleh beberapa pendukungnya.
Namun, Najib masih menghadapi empat kasus lain, dengan ancaman hukuman penjara dan hukuman finansial yang berat. Media lokal melaporkan, Najib dirawat di rumah sakit pada Ahad (4/9/2022). Ajudannya mengatakan, Najib berada di rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan medis rutin.