Senin 17 Oct 2022 10:41 WIB

Kanada dan AS Kirim Peralatan Militer ke Haiti 

Pengiriman alat militer ini bertujuan untuk membantu Haiti mengatasi krisis.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Para pengunjuk rasa dibubarkan oleh gas air mata yang dilemparkan oleh polisi saat demonstrasi menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Ariel Henry di daerah Petion-Ville Port-au-Prince, Haiti, Senin, 3 Oktober 2022.
Foto: AP Photo/Odelyn Joseph
Para pengunjuk rasa dibubarkan oleh gas air mata yang dilemparkan oleh polisi saat demonstrasi menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Ariel Henry di daerah Petion-Ville Port-au-Prince, Haiti, Senin, 3 Oktober 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kanada dan Amerika Serikat (AS) telah mengirim peralatan militer termasuk kendaraan taktis dan lapis baja ke Hati. Pengiriman alat militer ini bertujuan untuk membantu Haiti mengatasi krisis politik, ekonomi dan keamanan.

“Peralatan ini akan membantu HNP (Kepolisian Nasional Haiti) dalam memerangi pelaku kriminal yang mengobarkan kekerasan, dan mengganggu aliran bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan, termasuk menghambat upaya untuk menghentikan penyebaran kolera,” ujar pernyataan kedua negara, dilansir Aljazirah, Senin (17/10/2022).

Baca Juga

Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Pan Amerika mengatakan, penyakit kolera kembali muncul di Haiti, dan hampir seperempat di antaranya terjadi pada anak-anak. Konsentrasi kasus terjadi di daerah rawan kekerasan sehingga menyebabkan akses bantuan kesehatan menjadi sulit. 

Ada lebih dari 560 kasus dugaan kolera, sekitar 300 rawat inap dan setidaknya 35 kematian. Para ahli memperingatkan jumlahnya kemungkinan jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan.

Bantuan peralatan militer tiba saat Haiti menghadapi gejolak politik, serta meningkatnya koalisi geng yang mencegah distribusi solar dan bensin. Sebagian besar transportasi dihentikan, sementara penjarahan dan baku tembok antar geng menjadi semakin umum.

Pada pertengahan September, gent bersenjata mengepung terminal bahan bakar utama untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Ariel Henry. Aksi ini juga bertujuan untuk memprotes lonjakan harga minyak setelah pemerintah mengumumkan tidak mampu lagi mensubsidi bahan bakar.

Ribuan pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan di ibu kota Port-au-Prince dan kota-kota besar lainnya. Hal ini telah menyebabkan kekurangan pasokan, memaksa rumah sakit untuk mengurangi layanan, pompa bensin tutup dan bank serta toko kelontong membatasi jam kerja. Hampir 60 persen dari penduduk Port-au-Prince, atau 1,5 juta orang berada di bawah kendali geng.

Pekan lalu, dalam upaya untuk memadamkan kekerasan dan menghadapi geng, Henry meminta komunitas internasional untuk mengirim bantuan militer. Permohonannya diikuti oleh seruan dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk segers mengerahkan  pasukan bersenjata khusus. 

Namun langkah tersebut memicu kemarahan lebih lanjut. Ribuan orang turun ke jalan melawan “pendudukan asing”. Beberapa orang ditembak dan satu orang dilaporkan tewas.  

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement