Rabu 23 Nov 2022 09:03 WIB

Kepolisian Kanada Selidiki 'Kantor Layanan' China

Polisi Kanada menyelidiki laporan operasi "kantor layanan polisi" China

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
(Ilustrasi) bendera Kanada
Foto: wikipedia.org
(Ilustrasi) bendera Kanada

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Polisi Kanada mengatakan mereka menyelidiki laporan operasi "kantor layanan polisi" China di Greater Toronto Area. Polisi memeriksa apakah kantor itu mengintervensi kepentingan dan menimbulkan ancaman pada keamanan nasional Kanada.

Kanada bergabung dengan Amerika Serikat dan Belanda menggelar penyelidikan serupa setelah pada September lalu organisasi hak asasi manusia Eropa, Safeguard Defenders merilis laporan yang mengungkapkan puluhan "kantor layanan" China di kota-kota besar di seluruh dunia.

Safeguard Defenders mengatakan kantor-kantor itu perpanjangan tangan Beijing untuk menekan warga negara China yang menghadapi dakwaan atau kerabat mereka di luar negeri untuk pulang ke China.

Kantor-kantor itu juga berkaitan dengan aktivitas Departemen Kerja Front Bersatu Komite Pusat Partai Komunis China (DKFBC) yang bertanggung jawab menyebar pengaruh dan propaganda partai di luar negeri. China membantah tuduhan tersebut.

"Tujuan kami mencegah intimidasi, ancaman dan pelecehan serta segala bentuk kerugian yang dilakukan atas nama entitas asing yang diterapkan ke komunitas mana pun di Kanada," kata kepolisian Kanada dalam pernyataannya, Rabu (23/11/2022).

Kedutaan Besar China di Ottawa belum merespon permintaan komentar. Sebelumnya mereka mengatakan kantor-kantor itu dikelola sukarelawan bukan petugas polisi China.

Kedutaan mengatakan tujuan kantor-kantor itu untuk melayani warga Cina untuk memperbaharui dokumen-dokumen dan memberikan layanan lainnya yang terganggu karena Covid-19.

Hubungan China dan Kanada sudah tegang bertahun-tahun tapi kerenggangan diplomatik semakin menguat beberapa waktu terakhir. Presiden China Xi Jinping kedapatan protes ke Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau atas bocornya isi pembicaraan mereka ke media.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement