Kamis 15 Dec 2022 11:15 WIB

Peru Tetapkan Status Darurat Nasional

Status darurat memungkinkan tentara membantu polisi dalam menjaga keselamatan publik.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pengemudi truk dan bus penumpang diparkir di Jalan Raya Pan-Amerika saat para pendukung Presiden Peru terguling Pedro Castillo memblokir jalan raya sebagai protes atas penahanannya, di Chao, Peru, Rabu, 14 Desember 2022. Pemerintah baru Peru mengumumkan 30- hari darurat nasional pada hari Rabu di tengah protes kekerasan setelah pemecatan Castillo, menangguhkan hak
Foto: AP Photo/Hugo Curotto
Pengemudi truk dan bus penumpang diparkir di Jalan Raya Pan-Amerika saat para pendukung Presiden Peru terguling Pedro Castillo memblokir jalan raya sebagai protes atas penahanannya, di Chao, Peru, Rabu, 14 Desember 2022. Pemerintah baru Peru mengumumkan 30- hari darurat nasional pada hari Rabu di tengah protes kekerasan setelah pemecatan Castillo, menangguhkan hak

REPUBLIKA.CO.ID, LIMA -- Menteri Pertahanan Peru  Boluarte Alberto Otarola mengumumkan keadaan darurat nasional pada Rabu (14/12/2022). Status tersebut memungkinkan tentara untuk membantu polisi dalam menjaga keselamatan publik setelah seminggu protes berapi-api dan blokade jalan.

"Kami telah sepakat untuk mengumumkan keadaan darurat di seluruh negeri, karena tindakan vandalisme dan kekerasan," kata Otarola.

Baca Juga

Otarola menegaskan, kondisi saat ini di Peru membutuhkan tanggapan yang kuat dari pemerintah. Keputusan tersebut pun diakui akan berbuah penangguhan kebebasan tertentu, termasuk hak untuk berkumpul, berada di rumah, dan kebebasan transit.

Protes dipicu oleh penggulingan mantan Presiden Pedro Castillo pada 7 Desember dalam pemungutan suara pemakzulan. Tokoh seorang sayap kiri yang terpilih pada 2021 ditangkap setelah secara ilegal mencoba membubarkan Kongres yang terbaru dari serangkaian krisis politik yang dihadapi produsen tembaga terbesar kedua di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Mantan wakil presiden Castillo Dina Boluarte dilantik setelah pemecatannya.

Jaksa mengatakan pada Rabu, ingin mengganjar 18 bulan penahanan praperadilan untuk Castillo yang telah didakwa dengan pemberontakan dan konspirasi. Mahkamah Agung Peru bertemu untuk mempertimbangkan permintaan tersebut tetapi kemudian menangguhkan sesi tersebut hingga Kamis.

Pergolakan politik telah memicu kemarahan dan terkadang protes keras di seluruh negara Andean, terutama di daerah pedesaan dan pertambangan. Sebanyak enam orang, kebanyakan remaja, meninggal dalam bentrokan dengan polisi. Semuanya menjadi korban tembakan, menurut kelompok HAM. Para pengunjuk rasa memblokade jalan raya, membakar gedung-gedung, dan menyerbu bandara.

Boluarte telah menyerukan perdamaian dan mengatakan tidak dapat berdialog jika ada kekerasan terus berlanjut. Dia mengatakan, pemilu dapat dimajukan ke Desember 2023 dari April 2024, tanggal yang dijanjikan sebelumnya. Pemungutan suara saat ini dijadwalkan pada 2026 ketika masa jabatan Castillo akan berakhir.

Sejak penangkapan, Castillo ditahan di fasilitas kepolisian DIROES di Lima. Dia meminta para pendukung untuk datang ke penjara, dengan mengatakan dia harus dibebaskan setelah periode tujuh hari awal penahanan praperadilan berakhir pada Rabu.

"Saya menunggu Anda semua di fasilitas DIROES untuk bergabung dengan Anda dalam pelukan," kata Castillo dalam pesan tulisan tangan yang diposting di Twitter, ditandatangani sebagai "Presiden Konstitusional Peru." Castillo membantah tuduhan pemberontakan dan konspirasi.

Castillo juga meminta Pengadilan Hak Asasi Manusia Inter-Amerika untuk menengahi atas namanya, karena puluhan pendukung berkumpul di penjara menuntut dia dibebaskan. Namun, sumber dari kantor kejaksaan dan analis mengatakan, Castillo tidak bisa dibebaskan selama Mahkamah Agung menyelesaikan permintaan jaksa.

Pengadilan Peru mengatakan di Twitter, bahwa pihaknya akan mengadakan sidang pada Jumat (16/12/2022). "Permintaan penahanan praperadilan selama 18 bulan terhadap mantan presiden Pedro Castillo dan (mantan Perdana Menteri) Anibal Torres, yang diselidiki atas kejahatan pemberontakan dan lainnya," ujarnya.

Castillo mendapat dukungan dari sesama pemimpin kiri regional. Salah satu yang keras bersuara termasuk Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador yang mengkritik pemecatannya sebagai tidak demokratis. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement