Selasa 20 Dec 2022 12:33 WIB

Belanda Minta Maaf Atas Perbudakan di Masa Lalu

PM Belanda, Mark Rutte mengatakan, sejarah sering kali menyakitkan dan memalukan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Senin (19/12/2022) meminta maaf atas nama pemerintahnya dalam perbudakan dan perdagangan manusia.
Foto:

Para menteri Belanda pada Senin (19/12/2022) membahas masalah di Suriname dan bekas koloni yang membentuk Kerajaan Belanda yaitu Aruba, Curacao dan Sint Maarten. Termasuk tiga pulau Karibia yang secara resmi merupakan kotamadya khusus di bawah Belanda, yaitu Bonaire, Sint Eustatius dan Saba.

"Mulai 1 Juli 2023, akan menjadi tahun peringatan perbudakan di mana Belanda akan menundukkan kepala untuk merenungkan sejarah yang menyakitkan ini.  Dan bagaimana sejarah ini masih memainkan peran negatif dalam kehidupan banyak orang saat ini,” kata pernyataan pemerintah.

Di Suriname, pemilik perkebunan Belanda menghasilkan keuntungan besar melalui penggunaan tenaga kerja budak. Partai oposisi terbesar, NDP, mengutuk pemerintah Belanda karena gagal berkonsultasi secara memadai dengan keturunan budak di negara tersebut. Aktivis di negara tersebut mengatakan, keturunan para budak membutuhkan kompensasi.

"NDP menyatakan ketidaksetujuannya terhadap proses pengambilan keputusan sepihak ini, dan mencatat bahwa Belanda dengan nyaman mengambil peran sebagai negara induk lagi," kata pernyataan NDP.

Pakar sejarah kolonial Belanda dan asisten profesor di Universitas Leiden, Karwan Fatah-Black, mengatakan, Belanda pertama kali terlibat dalam perdagangan budak trans-Atlantik pada akhir 1500-an dan menjadi pedagang utama pada pertengahan 1600-an.  Akhirnya, Perusahaan Hindia Barat Belanda menjadi pedagang budak trans-Atlantik terbesar.

Beberapa negara lainnya juga meminta maaf atas penjarahan yang mereka lakukan terhadap negara lain pada masa lalu. Pada 2018, Denmark meminta maaf kepada Ghana, yang dijajahnya dari pertengahan abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19. Kemudian pada Juni, Raja Philippe dari Belgia menyatakan “penyesalan terdalam” atas pelanggaran di Kongo.

Pada 1992, Paus Yohanes Paulus II meminta maaf atas peran gereja dalam perbudakan. Selain itu, warga Amerika telah terlibat pertengkaran emosional karena merobohkan patung pemilik budak di Selatan.

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement