REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Biro Penjara Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi Jumat (6/1/2023), salah satu pejabat AS berpangkat tertinggi yang pernah terbukti menjadi mata-mata Kuba Ana Belen Montes telah dibebaskan dari penjara lebih awal. Dia menghabiskan lebih dari dua dekade di balik jeruji besi.
Perempuan berusia 65 tahun itu pada 2002 mengaku bersalah atas persekongkolan untuk melakukan spionase. Dia sebelumnya dituduh menggunakan posisi terdepannya sebagai pejabat Badan Intelijen Pertahanan (DIA) untuk membocorkan informasi, termasuk identitas beberapa mata-mata AS ke Havana.
Dilansir dari Reuters, Sabtu (7/1/2023), saat berusia 45 tahun, Montes dijatuhi hukuman 25 tahun penjara. Warga AS keturunan Puerto Rico ini mulai bekerja untuk DIA pada 1985 dan dengan cepat naik pangkatnya menjadi analis top Kuba di badan tersebut.
Jaksa mengatakan, selama ini Montes menerima pesan kode dari Havana melalui radio gelombang pendek sebagai rangkaian angka yang akan diketiknya ke laptop yang dilengkapi dekripsi untuk diterjemahkan menjadi teks. Dia dituduh memberikan identitas empat mata-mata AS ke Kuba, serta informasi rahasia lainnya.
Montes ditangkap pada 21 September 2001, tak lama sebelum AS menginvasi Afghanistan. Pengacaranya yang merupakan spesialis spionase terkemuka berpendapat dia telah bekerja sama tanpa syarat. Namun hakim yang menjatuhkan hukuman Ricardo Urbina memutuskan, bahwa Montes membahayakan sesama warga AS dan bangsa secara keseluruhan.
Pada masa hukuman setahun kemudian, Montes berpendapat bahwa dia telah mematuhi hati nuraninya dan bahwa kebijakan AS ke Kuba kejam dan tidak adil. "Saya merasa berkewajiban secara moral untuk membantu pulau itu mempertahankan diri dari upaya kami untuk memaksakan nilai-nilai kami dan sistem politik kami di atasnya," katanya.
Saat dibebaskan dari penjara, Urbino telah memerintahkan Montes harus ditempatkan di bawah pengawasan selama lima tahun. Akses internetnya dipantau dan larangan bekerja untuk pemerintah dan menghubungi agen asing tanpa izin.
Pemerintahan Presiden Joe Biden menempatkan AS dalam kebijakan yang melonggarkan beberapa sanksi terhadap Kuba. Namun Washington tetap mempertahankan embargo era Perang Dingin di Havana dan meningkatkan pembatasan terhadap migran ilegal, mencapai rekor tertinggi di tengah inflasi yang mengamuk dan kekurangan obat-obatan.