Senin 06 Feb 2023 20:01 WIB

Parlemen Prancis Mulai Debat RUU Reformasi Pensiun

Reformasi pensiun ini mendapatkan pertentangan dari sebagian besar warga Prancis.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Penumpang berdiri di stasiun Gare de Lyon di tengah gangguan dalam layanan kereta selama hari kedua pemogokan nasional yang dipimpin oleh serikat pekerja Prancis menentang reformasi yang direncanakan pemerintah terhadap sistem pensiun, di Paris, Prancis, Selasa (31/1/2023). Pemerintah Prancis berencana untuk menunda usia pensiun minimum dari 62 menjadi 64 pada tahun 2030. Kereta bawah tanah ibu kota akan beroperasi pada 50 persen dan hanya pada jam-jam sibuk.
Foto: EPA-EFE/TERESA SUAREZ
Penumpang berdiri di stasiun Gare de Lyon di tengah gangguan dalam layanan kereta selama hari kedua pemogokan nasional yang dipimpin oleh serikat pekerja Prancis menentang reformasi yang direncanakan pemerintah terhadap sistem pensiun, di Paris, Prancis, Selasa (31/1/2023). Pemerintah Prancis berencana untuk menunda usia pensiun minimum dari 62 menjadi 64 pada tahun 2030. Kereta bawah tanah ibu kota akan beroperasi pada 50 persen dan hanya pada jam-jam sibuk.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Majelis Nasional Prancis pada Senin (6/2/2023) mulai memperdebatkan Rancangan Undang-Undang (RUU) reformasi pensiun yang secara khusus akan menaikkan usia pensiun minimum dari 62 tahun menjadi 64 tahun. Sidang parlemen berlangsung sehari sebelum protes putaran ketiga diserukan oleh delapan serikat pekerja utama.  

 

Baca Juga

Presiden Emmanuel Macron berjanji melanjutkan reformasi pensiun tersebut. Jajak pendapat menunjukkan, reformasi pensiun ini mendapatkan pertentangan dari sebagian besar warga Prancis. Macron berpendapat, reformasi pensiun adalah janji pemilu utama yang dia buat ketika terpilih kembali sebagai presiden pada April lalu.

Pekan lalu, diperkirakan 1,27 juta orang turun ke jalan untuk menolak reformasi pensiun itu. Serikat pekerja dan lawan politik berharap mobilisasi besar-besaran akan memaksa pemerintah merevisi rencananya.

"Kami meminta orang Prancis untuk upaya kolektif.  Saya mengerti itu memicu reaksi, keengganan dan kekhawatiran," ujar Perdana Menteri Elisabeth Borne dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Journal du Dimanche pada Ahad (5/2/2023).

Borne berpendapat, rencana perubahan usia pensiun bertujuan "menyelamatkan" sistem pensiun Prancis, yang diperkirakan mengalami defisit dalam dekade mendatang di tengah populasi Prancis yang menua. Lebih dari 20 ribu amendemen telah diajukan anggota parlemen oposisi di Majelis Nasional.

Dalam pemilihan parlemen pada  Juni, aliansi sentris Macron memenangkan kursi terbanyak tetapi kehilangan mayoritasnya. Situasi ini membuat kaum sentris mencoba menjalin aliansi dengan Partai Republik atas perubahan usia pensiun. Karena dalam beberapa tahun terakhir kaum konservatif telah mendorong untuk menaikkan usia pensiun dan cenderung mendukung RUU tersebut.

Presiden Partai Republik Eric Ciotti, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Le Parisien pada Sabtu (4/2/2023) mengatakan, mayoritas kaum konservatif akan menyetujui RUU reformasi pensiun dengan syarat pemerintah mendengarkan "proposal mereka yang akurat." Skenario seperti itu akan memungkinkan RUU tersebut lolos di Majelis Nasional dan Senat, di mana Partai Republik memiliki mayoritas.

RUU tersebut secara bertahap akan meningkatkan usia pensiun minimum dari 62 menjadi 64 tahun pada 2030. RUU itu juga akan mempercepat tindakan yang direncanakan dengan ketentuan orang harus bekerja setidaknya selama 43 tahun untuk berhak atas pensiun penuh. RUU itu akan menaikkan pensiun minimum untuk karier penuh menjadi 1.200 euro per bulan.

RUU ini akan memungkinkan pensiun dini bagi mereka yang mulai bekerja antara usia 16 dan 19 tahun, termasuk pekerja dengan masalah kesehatan utama.Menanggapi permintaan dari Partai Republik, Borne mengatakan, dia setuju untuk memperpanjang pensiun dini bagi mereka yang telah mulai bekerja pada usia 20 tahun dan karena itu dapat pensiun pada usia 63 tahun.

Pemerintah memilih untuk memperkenalkan perubahan melalui RUU anggaran jaminan sosial, yang mempercepat proses legislasi. Jika Majelis Nasional tidak mengadakan pemungutan suara selama sidang pertama yang dijadwalkan pada 17 Februari, RUU akan dikirim ke Senat.  

Jika kedua majelis tidak berhasil memberikan suara sebelum tenggat 50 hari yang berakhir pada Maret, pemerintah berhak mengesahkan langkah tersebut melalui keputusan. Namun, para ahli mengatakan penggunaan kekuasaan semacam itu secara luas dianggap sebagai penolakan debat demokratis di parlemen.

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement