REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Data terbaru menunjukkan belum ada tanda-tanda inflasi Jerman mereda pada awal tahun ini. Harga energi dan makanan masih tinggi karena perang di Ukraina.
Data yang dirilis badan statistik, Rabu (22/2/2023) menunjukkan harga konsumen Jerman selaras dengan negara-negara Uni Eropa lainnya. Harga konsumen Jerman dalam satu tahun naik 9,2 persen pada bulan Januari.
Dibandingkan harga konsumen bulan Desember, harga-harga naik 0,5 persen. Data terbaru ini mengonfirmasi data bulanan dan tahunan sebelumnya.
Berdasarkan standar non-selaras, harga konsumen Jerman pada Januari naik 8,7 persen dibandingkan tahun lalu di bulan yang sama dan naik 1,0 persen di bulan tersebut. Data ini mengikuti angka inflasi yang telah direvisi pada bulan Desember sebesar 8,1 persen dan 8,8 persen pada bulan November.
"Mengikuti perlambatan pada akhir tahun lalu, angka inflasi masih tetap tinggi," kata presiden kantor statistik Jerman, Ruth Brand.
Kepala ekonom Commerzbank, Joerg Kraemer mengatakan, mengikuti revisi metodelogis keranjang inflasi "tidak ada penurunan inflasi yang jelas sejak musim gugur."
Bagi ekonom masih terlalu dini untuk menyatakan inflasi sudah beres. "Bank Sentral Eropa harus terus menaikan suku bunga utamanya dengan tegas," katanya.
Brand mengatakan, rumah tangga harus membayar harga lebih mahal pada Januari terutama untuk energi dan makanan. Harga-harga produk energi naik 23,1 persen year-on-year meski pemerintah menggelontorkan bantuan. Selain kenaikan harga energi, angka inflasi pada bulan Januari bertahan 7,2 persen.
Harga makanan naik 20,2 persen. "Rata-rata harga makanan naik dengan demikian dua kali lipat dibandingkan angka inflasi," kata kantor statistik.
"Kami mengamati kenaikan harga untuk banyak barang dan, juga jasa juga naik," kata Brand. Harga barang pada bulan Januari naik 12,7 persen dan tarif jasa naik 4,5 persen.