REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Parlemen Denmark pada Selasa (28/2/2023) melarang anggota dan staf parlemen menggunakan TikTok. Langkah ini diambil sebagai tindakan keamanan siber, karena ada risiko spionase.
Aplikasi berbagi video populer TikTok buatan Cina menghadapi pengawasan intensif dari Eropa dan Amerika Serikat (AS) terkait keamanan dan privasi data. Eropa dan AS khawatir bahwa TikTok dapat digunakan untuk mempromosikan pandangan pro-Beijing atau mengambil data informasi pengguna.
Ketua parlemen Denmark Søren Gade mengirim email kepada anggota parlemen dan karyawan yang menyerukan agar mereka menghapus aplikasi TikTok. Parlemen mengambil tindakan ini setelah ada penilaian dari Pusat Keamanan Cyber Denmark, yang mengatakan bahwa ada risiko spionase dari Cina.
"Kami menyesuaikannya," kata Gade dalam sebuah pernyataan.
Belum diketahui berapa banyak anggota parlemen Denmark yang memiliki aplikasi TikTok. Dalam beberapa hari terakhir, beberapa politisi secara terbuka mengumumkan bahwa mereka telah menghapus aplikasi TikTok karena alasan keamanan dunia maya.
Awal bulan ini, cabang eksekutif Uni Eropa telah melarang penggunaan TikTok sebagai tindakan keamanan siber. Tindakan Uni Eropa ini mengikuti langkah serupa di Amerika Serikat. Sekitar separuh dari 50 negara bagian AS dan Kongres telah melarang TikTok dari perangkat resmi pemerintah. Sementara di Norwegia, menteri kehakiman dipaksa meminta maaf karena tidak mengungkapkan bahwa dia telah menginstal TikTok di ponsel resminya.