Jumat 10 Mar 2023 12:13 WIB

PM Inggris dan Presiden Prancis akan Bahas Imigrasi dan Ukraina

Hubungan bilateral Inggris dan Prancis sempat terganggu sejak Brexit.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak akan mengunjungi Presiden Prancis Emmanuel Macron. Pertemuan itu diharapkan memperdalam kerja sama di bidang imigrasi dan Ukraina serta memperkuat permulaan baru hubungan kedua negara yang berselisih selama bertahun-tahun akibat Brexit.
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak akan mengunjungi Presiden Prancis Emmanuel Macron. Pertemuan itu diharapkan memperdalam kerja sama di bidang imigrasi dan Ukraina serta memperkuat permulaan baru hubungan kedua negara yang berselisih selama bertahun-tahun akibat Brexit.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak akan mengunjungi Presiden Prancis Emmanuel Macron. Pertemuan itu diharapkan memperdalam kerja sama di bidang imigrasi dan Ukraina serta memperkuat permulaan baru hubungan kedua negara yang berselisih selama bertahun-tahun akibat Brexit.

Di Paris, Sunak yang mulai menjabat Oktober lalu berharap dapat memanfaatkan itikad baik untuk mengakhiri ketegangan mengenai berbagai isu mulai dari imigrasi sampai penangkapan ikan.

Baca Juga

Hubungan bilateral London-Paris sempat terganggu sejak Inggris memilih meninggalkan Uni Eropa pada 2016. Tapi menguat setelah invasi Rusia ke Ukraina, kedua negara vokal mendukung Kiev. Pertemuan Sunak-Macron diharapkan membuka peluang memperdalam kembali hubungan dua negara.

"Prioritas pertemuan ini adalah untuk terhubung kembali," kata seorang penasihat presiden Prancis, Kamis (9/3/2023).

Pertemuan ini juga digelar saat hubungan Inggris dengan Uni Eropa mulai membaik sejak Kerangka Kerja Windsor yang menyelesaikan masalah pengaturan perdagangan di Irlandia Utara pasca-Brexit disepakati. Bulan ini Raja Charles juga akan berkunjung ke Prancis dalam kunjungan kenegaraan pertamanya sebagai raja Inggris.

Sunak dan Macron menjalani pendekatan pribadi di sela pertemuan COP27 di Mesir November lalu dalam pertemuan tatap muka pertama mereka. Dua pekan setelah Sunak menjabat sebagai perdana menteri. Media Inggris menggambarkan pertemuan hangat itu sebagai "Le Bromance."

Sunak ingin memperbaiki hubungan dengan Prancis yang rusak selama pemerintahan mantan Perdana Menteri Boris Johnson dan Liz Truss. Ia hendak bekerja sama dengan Paris dalam mengatasi gelombang masuk imigran yang tiba di selatan Inggris dengan perahu kecil.

Pada November lalu Inggris dan Prancis menandatangani kesepakatan senilai 72,2 juta euro untuk mempercepat upaya menghentikan imigran ilegal melakukan perjalanan berbahaya di Selat Inggris. Isu ini diperkirakan menjadi agenda penting dalam pertemuan Sunak dan Macron pada Jumat ini.

Sumber dari kantor perdana menteri Inggris mengatakan sangat penting Inggris bekerja sama dengan Prancis dalam mengatasi masalah global seperti imigrasi, meningkatkan patroli dan menekan kelompok-kelompok penyelundup imigran ilegal. "Pertemuan Jumat akan menjadi peluang untuk melakukan itu," kata sumber.

Pada Selasa (8/3/2023) lalu Inggris mengungkapkan detail undang-undang baru yang melarang imigran ilegal yang tiba dengan perahu kecil dari Selat Inggris mencari suaka. Lembaga kemanusiaan mengatakan langkah itu tidak praktis dan mengkriminalisasi pengungsi yang memang membutuhkan pertolongan.

Ditanya tentang pengumuman pemerintah Inggris pada imigran perahu kecil, pemerintah Prancis mengatakan tidak bisa dipungkir sejak Brexit tidak ada kesepakatan bilateral mengenai bagaimana menerima kembali imigran di Prancis.

"Pada tahap ini kami tidak melihat dampak besar pada pantai Prancis. Sejak Brexit kami tidak memiliki instrumen hukum yang membantu kami meregulasi gelombang imigran antara dua pantai," kata seorang pejabat pemerintah Prancis.

Pengamat mengatakan masalah imigran bukan isu politik sensitif di Prancis seperti yang terjadi di Inggris.

"Namun Paris tahu ini isu tidak hanya sangat menonjol bagi Perdana Menteri Inggris tapi juga partainya, Partai Buruh dan banyak masyarakat Inggris, beberapa hal baru akan diumumkan tapi mereka mungkin berhenti pada apa yang London harapkan," kata pengamat dari Institut Montaigne di Paris, Georgina Wright.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement