REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran memberikan amnesti kepada 82 ribu orang, termasuk 22 ribu pengunjuk rasa. Kepala Pengadilan Negara Iran, Mohseni Ejei, pada Senin (13/3/2023) mengatakan, grasi telah dikeluarkan menyusul keputusan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei bulan lalu.
Ejei mengatakan, dari mereka yang diberikan amnesti, 22 ribu dihukum selama kerusuhan baru-baru ini atau diampuni sebelum vonis resmi diumumkan terhadap mereka. Sementara dari total 60 ribu tahanan lainnya, sekitar 25 ribu dibebaskan dari penjara atau hukuman penjaranya dibatalkan, dan 34 ribu tahanan lainnya dikurangi hukumannya.
"Mereka yang dituduh melakukan kejahatan kekerasan dan pencurian tidak termasuk dalam amnesti umum," ujar Ejei, dilaporkan Middle East Monitor, Senin (13/3/2023).
Setidaknya belasan pengunjuk rasa dijatuhi hukuman mati dan empat di antaranya dieksekusi. Pada awal Februari, Khamenei menyetujui amnesti massal bagi puluhan ribu tahanan, termasuk mereka yang ditangkap dalam aksi. Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas proposal Ejei yang menyerukan pengampunan dan keringanan hukuman untuk sebagian besar narapidana dan tersangka.
Amnesti tersebut tidak termasuk mereka yang dihukum karena memata-matai lembaga asing dan berafiliasi dengan kelompok yang memusuhi Republik Islam Iran. Pengumuman Ejei datang ketika Iran dan AS terlibat dalam negosiasi tidak langsung atas pertukaran tahanan.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan, Teheran siap untuk melakukan kesepakatan pertukaran tahanan. Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, pada Ahad (12/3/2023) mengatakan, Iran telah mencapai kesepakatan dengan AS untuk menukar tahanan. Namun klaim Iran mengenai pertukaran tahanan ditolak oleh Washington.