Senin 20 Mar 2023 10:58 WIB

Bekas Luka Pertempuran di Falluja Irak

Kini, Falluja masih menanggung bekas luka pertempuran.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Kini, Falluja Irak masih menanggung bekas luka pertempuran.
Foto: EPA-EFE/AHMED JALIL
Kini, Falluja Irak masih menanggung bekas luka pertempuran.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Setahun setelah Presiden Amerika Serikat (AS) George W. Bush meluncurkan invasi ke Irak pada 2003, empat kontraktor SUV keamanan sipil AS berbelok ke kota Falluja, Irak. Tugas mereka adalah melindungi konvoi truk katering.

Tugas itu menjadi yang terakhir bagi mereka. Peristiwa yang terjadi pada mereka akan membuktikan momen menentukan dalam konflik yang jauh dari "Misi Tercapai" seperti yang dinyatakan Bush.

Baca Juga

Pemberontak bertopeng menyergap para kontraktor menggunakan granat berpeluncur roket dan senapan AK-47 di sebuah jalan utama di Falluja. Wilayah tengah ini berpenduduk mayoritas Muslim Sunni yang pernah menjadi basis kekuatan Saddam Hussein.

Tiba di kota kira-kira satu jam setelah penyergapan pada  31 Maret 2004, salah satu jurnalis Reuters dihadang oleh massa yang menendang kepala bahkan menyeret jenazah yang hangus.

Wartawan itu sedang mencatat, mencoba memahami kehebohan itu, ketika seorang anak laki-laki yang mungkin berusia sekitar sembilan tahun mendekat. Berdiri di atas dua tubuh yang menghitam, dia menawarkan untuk membantu jurnalis asal AS ini.

"Yang lain kami gantung di jembatan. Apakah Anda ingin melihat mereka? Saya bisa mengantar Anda ke sana," katanya.

Serangan di Falluja, 50 km barat Bagdad dan adegan-adegan kekerasan itu menandai konflik dan kekacauan yang harus diderita Irak. Terlebih lagi cap yang telah diberikan kepada Alqaeda dan ISIS memperburuk situasi dan kondisi di negara tersebut.

Kini, Falluja masih menanggung bekas luka pertempuran. Di luar jalan utama memasuki kota, tembok-tembok dihiasi bekas peluru dan beberapa reruntuhan bangunan bekas hantaman operasi militer masih dapat dilihat.

Kepala dewan kota Falluja Talib al-Hasnawi menyatakan, kota ini secara kronis kekurangan dana untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat perang. Diperkirakan biaya yang diperlukan melebihi dua miliar dolar AS.

"Memang benar bahwa proses pembangunan kembali di bawah ekspektasi kami karena keterbatasan sumber daya dan anggaran, tetapi kami tidak berhenti membangun kembali apa yang telah rusak akibat perang,” kata Hasnawi.

Kehancuran ini dimulai 20 tahun yang lalu. Kekerasan di seluruh Irak dipicu oleh ketegangan sektarian, mengadu minoritas Sunni melawan Syiah, mayoritas yang telah tertindas di bawah pemerintahan Saddam Hussein, seorang Sunni.

Puluhan ribu warga sipil Irak dan pemberontak terbunuh. Invasi diluncurkan atas dasar tuduhan AS yang menyebut Irak telah menimbun senjata pemusnah massal, sebuah klaim yang terbukti sebagai khayalan. Ketika pasukan tempur AS ditarik keluar dari Irak pada 2011, 4.418 tentara AS tewas, bersama ratusan tentara asing, kontraktor, dan warga sipil.

Dalam dua dekade kekacauan sejak invasi, Falluja berulang kali muncul sebagai titik panas pertempuran. "Falluja adalah kuburan orang Amerika," teriak massa pada 2004 ketika orang-orang bersenjata membunuh empat kontraktor yang bekerja untuk firma keamanan Blackwater AS: Jerry Zovko, Wesley Batalona, Michael Teague, dan Scott Helvenston.

Para pejabat AS pada saat itu menyalahkan para pendukung Saddam Hussein atas pembunuhan tersebut. "Kami akan kembali ke Falluja. Itu akan terjadi pada waktu dan tempat yang kami pilih. Kami akan memburu para penjahat," kata Brigadir Jenderal Angkatan Darat Mark Kimmitt menanggapi pembunuhan tersebut.

Pemimpin Otoritas Sementara Koalisi Irak (CPA) selama 13 bulan setelah Saddam Hussein digulingkan Paul Bremer mengatakan, serangan Fallujah adalah tindakan yang mengerikan. Dia mengatakan kepada Reuters dalam wawancara 14 Maret, bahwa pasukan AS tidak dikerahkan dalam jumlah yang memadai di Irak untuk mencegah memburuknya keamanan.

"Kami tidak pernah memiliki cukup banyak orang di lapangan di Irak," kata Bremer.

Bremer akhirnya membubarkan tentara Irak, meninggalkan 400 ribu anggota tentara tanpa pekerjaan. Tindakan ini menurut kritikus Barat dan Irak, justru menyediakan kumpulan rekrutan yang siap untuk kelompok-kelompok ekstrimis dan pemberontak lain yang muncul.

Tapi Bremer membela keputusannya dengan mengatakan, tentara Saddam telah menyerang Kurdi dan Syiah. Kondisi ini dinilai justru akan mempertahankan kekuatan akan mempertaruhkan perang saudara.

Syekh suku dari Fallujah Salman al-Fallahi mengenang kembali kekerasan yang telah melukai generasi muda Fallujah secara psikologis. Dia berpendapat, kondisi itu seharusnya dapat dihindari.

"Saya percaya jika kita kembali ke masa lalu, AS tidak akan melakukan apa yang mereka lakukan dan kita tidak akan menanggapi dengan keras seperti itu. Kami akan menghindari banyak hal," ujar Fallahi.

Tapi, keamanan di kota saat ini jauh lebih baik. Keluarga bepergian dari Bagdad hanya untuk makan malam di Falluja Badiya, restoran kabab yang terkenal. Perdagangan, pertanian dan peternakan ikan juga sedang meningkat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement