Senin 20 Mar 2023 13:51 WIB

Perjalanan Pencarian Senjata Pemusnah Massal Irak yang Berantakan

Kontroversi masih berkecamuk atas keberadaan senjata pemusnah massal

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
 FILE - Potret Saddam Hussein masih tergantung di gedung Kementerian Transportasi dan Komunikasi yang terbakar di Bagdad, 9 April 2003. Ribuan orang mengamuk saat pasukan AS bergerak ke ibu kota Irak.
Foto: AP Photo/Jerome Delay, File
FILE - Potret Saddam Hussein masih tergantung di gedung Kementerian Transportasi dan Komunikasi yang terbakar di Bagdad, 9 April 2003. Ribuan orang mengamuk saat pasukan AS bergerak ke ibu kota Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Setelah 20 tahun perjalanan invasi ke Irak, kontroversi masih berkecamuk atas keberadaan "senjata pemusnah massal" atau weapons of mass destruction (WMD). Keberadaan WMD ini yang telah memberikan pembenaran bagi Inggris untuk ikut serta dengan Amerika Serikat (AS), menginvasi Irak.

Rincian baru tentang pencarian WMD telah muncul sebagai bagian dari serial BBC, 'Shock and War: Iraq 20 years on', berdasarkan percakapan dengan puluhan orang yang terlibat langsung. "Crikey!" Itu adalah reaksi satu kata dari seorang perwira senior MI6 ketika diberitahu oleh seorang rekannya pada akhir tahun 2001 bahwa AS serius tentang perang di Irak.

Baca Juga

Petugas CIA juga mengingat keterkejutan rekan-rekan Inggris. "Saya pikir mereka akan mengalami serangan jantung tepat di meja itu," kenang Luis Rueda, kepala Grup Operasi Irak CIA. "Jika mereka bukan pria terhormat, mereka akan berpindah ke seberang meja dan menampar saya."

Pesan itu segera sampai ke Downing Street, kantor Perdana Menteri Inggris. Pesan itu akan disampaikan oleh mata-mata daripada dibawa oleh seorang diplomat.

"Saya mungkin orang pertama yang mengatakan kepada perdana menteri, 'Suka atau tidak, susun strategi Anda karena tampaknya mereka sedang membangun invasi," kata kepala MI6 saat itu, Sir Richard Dearlove, yang akhirnya secara rutin berkunjung ke Washington, dalam pengakuannya kepada BBC dalam sebuah wawancara langka.

MI6, sebagai dinas intelijen luar negeri Inggris, akan terlibat secara mendalam di salah satu episode invasi paling kontroversial dalam sejarah dunia. Bagi AS, isu senjata pemusnah massal (WMD), adalah hal sekunder dari dorongan yang lebih dalam untuk menggulingkan pemimpin Irak, Saddam Hussein.

"Kami tetap akan menginvasi Irak jika Saddam Hussein hanya memiliki karet gelang dan penjepit kertas," kata Rueda. "Kami akan mengatakan, 'Oh, dia akan mencabut matamu dengan itu," tambahnya.

Kejutan Dan Perang Irak 20 Tahun Berlalu

Koresponden keamanan BBC Gordon Corera berusaha menemukan jawaban baru mengapa perang Irak terjadi, apa artinya, dan warisannya hari ini. Bagi Inggris, ancaman senjata pemusnah massal Irak, senjata kimia, biologi, dan nuklir, adalah pusat alasannya.

Kadang-kadang ada dugaan bahwa pemerintah Inggris mengarang klaim tentang WMD. Tetapi para menteri kala itu mengatakan bahwa mereka telah diyakinkan oleh mata-mata mereka sendiri bahwa senjata itu memang ada.

"Sangat penting untuk memahami informasi intelijen yang saya peroleh adalah apa yang saya andalkan, dan saya pikir saya berhak untuk mengandalkannya," kata mantan Perdana Menteri Sir Tony Blair kepada Corera.

Menjelang invasi, lanjut Corera, dia berkata bahwa dia meminta, dan diberikan soal kepastian dari Komite Intelijen Gabungan. Dia menolak mengkritik dinas intelijen karena melakukan kesalahan informasi walaupun para menteri lain mengatakan mereka memiliki keraguan pada saat itu.

"Tiga kali saya menanyai Richard Dearlove tentang asal muasal informasi intelijen ini," kata Menteri Luar Negeri Jack Straw saat itu. "Saya hanya merasa tidak enak tentang hal itu. Tapi Dearlove selalu meyakinkan saya bahwa agen-agen ini bisa diandalkan." Namun, Mr Straw mengatakan bahwa politisi pada akhirnya harus bertanggung jawab, karena mereka membuat keputusan akhir.

Ditanya apakah dia menganggap Irak sebagai kegagalan intelijen, jawaban Sir Richard Dearlove sederhana "Tidak." Dia masih yakin Irak memiliki semacam program senjata dan bahwa unsur-unsur itu mungkin telah dipindahkan melintasi perbatasan ke Suriah.

Sementara yang lainnya tidak setuju. "Itu adalah kegagalan besar," kata Sir David Omand, Koordinator Keamanan dan Intelijen Inggris saat itu. Dia mengatakan bias konfirmasi membuat para ahli pemerintah mendengarkan penggalan informasi yang mendukung gagasan bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal (WMD), dan mengabaikan apa pun yang tidak sesuai alasan itu.

Beberapa orang di dalam MI6 mengatakan mereka juga khawatir. "Saat itu saya merasa apa yang kami lakukan salah," kata seorang perwira yang bekerja di Irak, yang belum pernah berbicara sebelumnya dan meminta untuk tidak disebutkan namanya.

"Tidak ada intelijen atau penilaian baru yang kredibel yang menunjukkan bahwa Irak telah memulai kembali program WMD dan bahwa mereka merupakan potensi ancaman," kata mantan perwira itu, berbicara tentang periode awal 2002. "Saya pikir dari sudut pandang pemerintah itu adalah satu-satunya hal yang dapat mereka temukan…. WMD adalah satu-satunya pasak tempat mereka dapat menggantungkan legalitasnya."

Informasi intelijen yang ada pada musim semi tahun 2002 tidak merata. Agen-agen lama MI6 di Irak hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak ada informasi sama sekali tentang senjata pemusnah massal. Intelijen-intelijen baru pun hampir putus asa untuk mencari senjata pemusnah massal ataupun mendukung invasi.

Orang dalam lainnya ingat memecahkan kode pesan yang mengatakan "tidak ada peran yang lebih penting" bagi dinas intelijen selain meyakinkan publik Inggris tentang WMD jadi alasan untuk bertindak. Mereka mengatakan bahwa pertanyaan diajukan jika ini sesuai, dan pesan tersebut telah dihapus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement