Ahad 26 Mar 2023 18:45 WIB

Ukraina: Rencana Rusia Tempatkan Senjata Nuklir di Belarusia Perburuk Situasi

Presiden Putin menyamakan rencananya dengan AS yang menempatkan senjatanya di Eropa

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Senjata nuklir (ilustrasi). Rencana Rusia untuk menempatkan senjata nuklir taktis di Belarusia akan semakin mengacaukan negara itu.
Foto: Amir Kholousi, ISNA via AP
Senjata nuklir (ilustrasi). Rencana Rusia untuk menempatkan senjata nuklir taktis di Belarusia akan semakin mengacaukan negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Seorang penasihat keamanan utama untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Ahad (26/3/2023) mengatakan bahwa rencana Rusia untuk menempatkan senjata nuklir taktis di Belarusia akan semakin mengacaukan negara itu. Menurutnya dengan begitu Ukraina semakin 'disandera' oleh Moskow.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan keputusan itu pada hari Sabtu (25/3/2023), pesan itu sekaligus mengirimkan peringatan kepada NATO atas dukungan militernya ke Ukraina dan semakin meningkatkan ketegangan dengan Barat.

Baca Juga

Meskipun langkah itu belum pasti, dan Putin mengatakan tidak akan melanggar janji non-proliferasi nuklir, namun pernyataan itu adalah salah satu sinyal nuklir Rusia yang paling menonjol sejak awal invasi ke Ukraina 13 bulan lalu.

Kepala Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Oleksiy Danilov menyebut upaya Putin itu sebagai langkah menuju ketidakstabilan internal negara. Ia menambahkan cara itu semakin membuat publik memiliki persepsi negatif dan penolakan terhadap Rusia dan Putin, terutama dalam pandangan rakyat Belarusia.

"Kremlin mengambil Belarusia sebagai sandera nuklir," tulisnya di Twitter.

Putin menyamakan rencananya dengan AS yang menempatkan senjatanya di Eropa, dan mengatakan Rusia tidak akan mengalihkan kendali senjata ke Belarusia. Namun ini bisa menjadi pertama kalinya sejak pertengahan 1990-an Rusia menempatkan senjata semacam itu di luar negerinya.

Penasihat senior Zelenskiy lainnya pada hari Ahad juga mencemooh rencana Putin itu, dengan mengatakan pemimpin Rusia itu terlalu mudah ditebak. "Membuat pernyataan tentang senjata nuklir taktis di Belarusia, dia mengakui bahwa dia takut kalah & yang bisa dia lakukan hanyalah menakut-nakuti dengan taktik," tweet Mykhailo Podolyak.

Washington, negara adidaya nuklir lainnya di dunia, mengecilkan kekhawatiran tentang pengumuman Putin dan potensi Moskow untuk menggunakan senjata nuklir dalam perang di Ukraina.

“Kami belum melihat alasan untuk menyesuaikan postur nuklir strategis kami sendiri atau indikasi apa pun bahwa Rusia sedang bersiap untuk menggunakan senjata nuklirnya. Kami tetap berkomitmen pada pertahanan kolektif aliansi NATO,” kata seorang pejabat senior pemerintah AS.

Pejabat itu mencatat bahwa Rusia dan Belarus telah berbicara tentang transfer senjata nuklir selama beberapa waktu. Sementara Analis di Institute for the Study of War (ISW) yang berbasis di Washington mengatakan dalam sebuah catatan pada Sabtu malam bahwa risiko eskalasi perang nuklir tetap sangat rendah.

"ISW terus menilai bahwa Putin adalah aktor yang menghindari risiko, walau berulang kali mengancam untuk menggunakan senjata nuklir, tanpa niat menindaklanjutinya. Hanya untuk mematahkan tekad Barat," tulisnya.

Namun, Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir menyebut pengumuman Putin ini sebagai kenaikan eskalasi yang sangat berbahaya.

"Dalam konteks perang di Ukraina, kemungkinan salah perhitungan atau salah tafsir sangat tinggi. Berbagi senjata nuklir membuat situasinya jauh lebih buruk dan berisiko menimbulkan bencana kemanusiaan," katanya di Twitter.

Putin Mencela Poros Barat, dengan pengakuan bahwa Presiden Belarusia Alexander Lukashenko telah lama meminta penempatan tersebut. Tidak ada reaksi langsung dari Lukashenko.

Sementara tentara Belarusia belum secara resmi berperang di Ukraina, Minsk dan Moskow memiliki hubungan militer yang erat. Minsk mengizinkan Moskow menggunakan wilayah Belarusia untuk mengirim pasukan ke Ukraina tahun lalu dan kedua negara meningkatkan pelatihan militer bersama.

Putin pada hari Ahad, juga membantah Moskow menciptakan aliansi militer dengan Beijing dan sebaliknya menegaskan bahwa kekuatan Barat sedang membangun poros baru yang mirip dengan kemitraan antara Jerman dan Jepang selama Perang Dunia Kedua.

"Itulah sebabnya para analis Barat...berbicara tentang Barat yang mulai membangun poros baru yang serupa dengan yang dibuat pada 1930-an oleh rezim fasis Jerman dan Italia dan militeris Jepang," kata Putin.

Ini adalah pembalasan dari tema yang sering dia gunakan dalam penggambarannya tentang perang Ukraina - bahwa Moskow berperang melawan Ukraina dalam cengkeraman yang diduga neo Nazi, bersekongkol dengan kekuatan Barat yang mengancam Rusia.

Ukraina - yang merupakan bagian dari Uni Soviet dan menderita kehancuran di tangan pasukan Hitler - menolak kesejajaran itu sebagai dalih palsu untuk perang penaklukan kekaisaran.

Di medan perang, Ukraina telah menunjukkan lebih banyak optimisme dalam beberapa hari terakhir tentang pertempuran brutal selama berbulan-bulan untuk mempertahankan kota di wilayah timur, Bakhmut.

Bakhmut adalah target utama Rusia saat mencoba merebut sepenuhnya wilayah industri Donbas Ukraina. Pada satu titik, para komandan Rusia menyatakan keyakinannya bahwa kota itu akan segera jatuh, tetapi klaim semacam itu telah hilang di tengah pertempuran sengit.

Pasukan Ukraina telah berhasil menumpulkan serangan Rusia di dan sekitar Bakhmut, di mana situasi menjadi stabil, kata panglima tertinggi Ukraina Jenderal Valery Zaluzhniy pada hari Sabtu. Informasi staf Umumnya pada hari Ahad, mengatakan pasukan Ukraina telah menangkis 85 serangan Rusia selama 24 jam terakhir di beberapa bagian front timur, termasuk daerah Bakhmut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement