Selasa 18 Apr 2023 12:20 WIB

Malaysia Upayakan Warganya Keluar dari Sudan

Pemerintah Malaysia mengaktifkan 'Operasi Sudan'

Asap mengepul di atas kota saat tentara dan paramiliter terlibat bentrok dalam perebutan kekuasaan, di Khartoum, Sudan, Sabtu (15/4/2023).
Foto: Instagram @lostshmi via REUTERS
Asap mengepul di atas kota saat tentara dan paramiliter terlibat bentrok dalam perebutan kekuasaan, di Khartoum, Sudan, Sabtu (15/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Malaysia mengaktifkan 'Operasi Sudan', yang melibatkan sejumlah agensi untuk mengupayakan warganya keluar dari Sudan. Negara di benua Afrika itu dalam kondisi yang menegangkan setelah konflik tembak antara tentara dan pasukan paramiliter (RSF) pecah pada Kamis (13/4/2023).

Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abd Kadir dalam pernyataan media dikeluarkan di Putrajaya, Selasa (18/4/2023), mengatakan bahwa Wisma Putra telah mengaktifkan 'Operasi Sudan' melibatkan beberapa agensi pemerintah yang bertugas 24 jam sejak krisis terjadi di Sudan. Operasi itu juga membuat persiapan dan perencanaan rapi untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan warga Malaysia di sana terjaga.

Baca Juga

Sebanyak 29 warga Malaysia di Sudan mematuhi nasihat Kedutaan Besar Malaysia di Khartoum untuk tetap berada di tempat masing-masing untuk memastikan keselamatan mereka berserta keluarga.

Ia mengatakan, Wisma Putra telah menghubungi beberapa negara sahabat seperti Arab Saudi, Turki, Qatar, Uni Emirat Arab, Cina, Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu proses membawa keluar warganya dari Sudan saat keadaan memungkinkan.

Saat ini ketegangan masih terjadi di mana pertempuran kedua pihak masih sengit terjadi, khususnya di kawasan strategis di Khartoum. Bandar Udara Internasional Khartoum yang dikuasai RSF belum dibuka kembali, dan itu menyulitkan rencana untuk membawa keluar warga asing dari berbagai negara di sana, ujar Zambry.

Pasukan khusus, menurut dia, selalu terhubung dengan Kedutaan Besar Malaysia di Khartoum untuk mengetahui daerah teraman untuk menambah pasokan keperluan dasar, khususnya makanan dan obat-obatan untuk mereka semua di Sudan.

Zambry mengatakan, situasi di Sudan saat ini sangat kompleks. Kondisi tersebut melibatkan perselisihan politik antara dua partai utama di Dewan Kedaulatan Transisi yang bertanggung jawab dan memegang peran administratif Pemerintah Sudan.

Berdasarkan laporan yang diterima, ia mengatakan, kedua pihak masih belum mencapai kata sepakat untuk menghentikan pertempuran bersenjata yang terjadi sejak dua hari lalu.

Malaysia berharap, pemimpin kedua pihak dapat mendengar desakan masyarakat internasional untuk menghentikan pertempuran segera dan kembali ke meja perundingan, guna mencari titik kesepahaman untuk menyelesaikan segala isu atau persoalan yang timbul.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement