Sabtu 06 May 2023 12:30 WIB

Bak Adegan Film Hotel Rwanda, Pilot WNI Ini Terjebak di Tengah Berkecamuknya Perang Sudan

WNI sempat terjebak di tengah perang saudara di sebuah hotel Khartoum Sudan

Asap mengepul di Khartoum, Sudan, Rabu, 3 Mei 2023. Banyak orang melarikan diri dari konflik di Sudan antara militer dan pasukan paramiliter saingan
Foto:

Naik taksi

Sampai akhirnya seorang sopir taksi, warga negara asli Sudan, menyapa mereka. Sopir taksi itu menawarkan diri untuk membawa para WNI yang terperangkap di Coral Hotel ke tempat yang aman dengan ongkos sebesar 100 dolar AS per orang.

Lalau sopir taksi itu membawa mereka ke terminal bus terdekat di Kota Omdurman, sekitar 30-45 menit waktu tempuhnya dari Khartoum. Ongkos taksi mencapai 500 dolar AS (setara Rp7,5 juta) untuk lima orang tergolong mahal karena kalau situasi normal, ongkosbiasanya 1.000 sampai 10 ribu pound Sudan (setara Rp25 ribu-Rp250 ribu).

"Dia (sopir taksi) enggak mau menerima harga di bawah 100 dolar AS per orang. Karena (digetok) begitu, kami bilang ya sudahlah, kami cuma ingin segera keluar dari hotel ke tempat yang aman saja," kata Nizar.

Niatnya setelah mencapai terminal bus di Omdurman, mereka akan melanjutkan perjalanan dengan menumpang bus sampai ke Port Sudan, di mana pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia menunggu di sana.

Nizar menceritakan kabin taksi terasa sempit untuk ditumpangi lima WNI ini. Kondisi kendaraan juga penyok di berbagai sisi.

Meski begitu, ongkosnya terasa "masuk akal" bagiNizar dan kawan-kawan karena sopir taksi begitu terampil mengemudi mobilnya melewati berbagai hambatan yang ditemui selama perjalanan.

Mereka juga sempat bertemu tentara militer Sudan di perjalanan, tapi sopir taksi itu meyakinkan para tentara bersenjata lengkap itu dengan berbicara bahwa penumpangnya merupakan saudaranya sehingga semua aman.

Nizar merasa beruntung, sebab yang ditemuinya hanya tentara Sudan. Dia merasa lebih khawatir bila bertemu tentara paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) karena bisa-bisa mereka ikut dijadikan tawanan.

Akan tetapi mobil yang ditumpangi mereka tidak sampai bertemu muka dengan paramiliter RSF karena menurut Nizar, sopir taksi yang begitu cekatan.

Apabila mobil akan melewati rute yang tampak dilewati tentara RSF di kejauhan, sopir taksi langsung memundurkan mobil dan berputar balik, lalu melewati jalan-jalan kecil sambil memberi tahu mereka bahwa di depan ada bahaya mengintai. 

Sopir taksi itu juga tampak seperti mengetahui posisi para penembak jarak jauh (sniper) tentara Sudan. Kalau mobil sedang melewati beberapa gedung, sopir taksi itu meminta Nizar dan teman-temannya untuk bersikap biasa-biasa saja, tidak boleh ada sikap mencurigakan.

"Alhamdulillah instruksi dari sopir membawa kami akhirnya sampai (tiba) dan bisa masuk ke stasiun bus pertama. Akan tetapi di sana ternyata kami tidak dapat menemukan bus yang ke Port Sudan," kata Nizar.

Mereka mulai panik karena kebingungan, namun sopir taksi itu mempersilakan penumpangnya naik lagi ke dalam mobil sambil menunggu bus selanjutnya di terminal bus di Omdurman.

Baca juga: 22 Temuan Penyimpangan Doktrin NII di Pesantren Al Zaytun Menurut FUUI  

Tanggal 27 April, ada bus yang mengarah ke Kota Madani tiba di terminal diOmdurman. Meski Kota Madani mengarah ke Selatan, sedangkan Port Sudan mengarah ke Utara, Nizar dan kawan-kawan memilih tetap menaiki bus tersebut.

Dijemput KBRI

Nizar berpikir bahwa Kota Madani saat itu aman karena jaraknya 183 kilometer dari Khartoum, pusat konflik di Sudan.

Perjalanan dari Omdurman ke Kota Madani juga tidak melewati Khartoum. Selanjutnya dari Kota Madani, mereka bisa melanjutkan perjalanan dengan naik bus lagi ke Port Sudan.

"Ternyata prediksi kami benar, di Kota Madani cukup aman. Hanya, di sana kami bertemu preman," kata Nizar.

Barang-barang mereka yang diambil oleh penduduk setempat, menurut Nizar, tidak masalah selama nyawa mereka tetap selamat. Mereka beruntung, pihak KBRI menjemput di Kota Madani. Mereka pun dibawa berangkat ke Port Sudan dan tiba pada tanggal 29 April, lalu bertolak ke Jeddah menggunakan pesawat militer.

Nizar kini sudah bisa tenang dan damai. Perasaan berkecamuk di dalam hati karena takut ditawan sudah hilang.

 

Oleh CEO Asia Cargo Airlines, Zack Isaak, mereka disambut antusias. Pemulihan trauma pun ditanggung oleh perusahaan. Menurut Nizar, kadang sesekali mereka masih bermimpi bahwaraganya serasa sedang berada di tengah peperangan Sudan yang menegangkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement