REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) dan Jepang pada Jumat (12/5/2023) menggelar konsultasi tingkat kerja untuk membahas rincian tentang inspeksi Seoul terhadap rencana Tokyo untuk membuang air yang terkontaminasi dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima yang lumpuh.
Pertemuan tingkat direktur jenderal itu diadakan di Kementerian Luar Negeri Korsel, dan pihak Seoul dipimpin oleh Kepala Biro Kemlu Korsel untuk urusan perubahan iklim, energi, lingkungan dan ilmiah Yun Hyun-soo.
Sementara dari pihak Jepang dipimpin oleh Atsushi Kaifu, yakni direktur jenderal departemen perlucutan senjata, non-proliferasi dan sains Kementerian Luar Negeri Jepang.
Pertemuan itu digelar untuk mendiskusikan rincian kegiatan inspeksi lapangan tim Seoul dari 23-24 Mei, sebagaimana telah disepakati selama pertemuan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada pekan lalu.
Wakil Kepala Kantor Koordinasi Kebijakan Pemerintah Korsel Park Ku-yeon mengatakan dalam konferensi pers sebelumnya bahwa tim inspeksi akan terdiri dari sekitar 20 ahli dalam peraturan keselamatan.
Inspeksi tersebut dilakukan di tengah kekhawatiran atas kemungkinan bahaya terhadap kesehatan dan lingkungan yang dapat ditimbulkan dari pembuangan lebih dari 1 juta ton air dari PLTN Fukushima yang sudah rusak tersebut.
Kedua negara tampaknya berselisih paham terkait misi tim tersebut. Seoul mengatakan inspeksi itu ditujukan untuk memeriksa keamanan proses pembuangan, tetapi Tokyo telah menyarankan ruang lingkup yang terbatas untuk aktivitas mereka.
Saat berbicara di sebuah konferensi pers sebelumnya pada pekan ini, Menteri Perindustrian Jepang Yasutoshi Nishimura mengatakan bahwa inspeksi tersebut ditujukan untuk "membantu memperdalam pemahaman" tentang keamanan pembuangan tersebut, tidak untuk mengevaluasi atau menjamin keselamatannya.
PLTN Fukushima telah menyimpan lebih dari 1,3 juta ton air melalui sistem pemurnian khusus, yang dikenal sebagai Sistem Pemrosesan Cairan Lanjutan, sejak tiga reaktor meleleh setelah gempa kuat melanda lepas pantai Jepang pada Maret 2011.