Ahad 14 May 2023 10:25 WIB

Israel dan Jihad Islam Capai Gencatan Senjata

Israel dan Jihad Islam di Jalur Gaza menyetujui gencatan senjata yang ditengahi Mesir

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Roket ditembakkan oleh pejuang dari Brigade Al-Quds, sayap bersenjata Jihad Islam Palestina, di Kota Gaza, Jumat (12/5/2023). Militan Palestina di Gaza telah menembakkan roket ke arah Israel setelah militer Israel melakukan serangkaian serangan udara di wilayah  Palestina.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Roket ditembakkan oleh pejuang dari Brigade Al-Quds, sayap bersenjata Jihad Islam Palestina, di Kota Gaza, Jumat (12/5/2023). Militan Palestina di Gaza telah menembakkan roket ke arah Israel setelah militer Israel melakukan serangkaian serangan udara di wilayah Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel dan kelompok Jihad Islam di Jalur Gaza menyetujui gencatan senjata yang ditengahi Mesir pada Sabtu (13/5/2023) malam. Gencatan senjata ini mengakhiri pertempuran sengit selama lima hari yang menewaskan 33 warga Palestina, termasuk sedikitnya 13 warga sipil. Sementara dua orang di Israel terbunuh oleh tembakan roket.

Gencatan senjata yang ditengahi Mesir mulai berlaku tepat setelah pukul 10.00 malam waktu setempat. Gencatan senjata membawa ketenangan yang membuat warga Gaza lega. Namun, kesepakatan gencatan senjata tersebut tidak menjamin dapat mengatasi masalah mendasar yang telah memicu banyak pertempuran antara Israel dan kelompok militan Palestina di Jalur Gaza. Ketegangan diprediksi dapat berlanjut minggu depan ketika Israel mengadakan pawai kontroversial melalui jalan raya utama Palestina di Kota Tua Yerusalem.

Baca Juga

Pemimpin Jihad Islam Mohamad al-Hindi mengatakan kepada saluran al Kahera Wal Nas bahwa kesepakatan yang ditengahi Mesir akan mulai berlaku pada pukul 10 malam waktu setempat. “Sekarang, kesepakatan ini tercapai berkat upaya Mesir yang berkelanjutan. Kami mengapresiasi upaya ini,” ujarnya.

Saat gencatan senjata berlangsung, terdengar deru roket yang memekakkan telinga dan ledakan serangan udara Israel digantikan oleh klakson mobil di Gaza. Jalan-jalan yang telah sepi dalam beberapa hari terakhir dengan cepat dipenuhi oleh orang-orang yang bersuka ria menyambut gencatan senjata. Mereka mengibarkan bendera Palestina dan mengibarkan tanda kemenangan dari kendaraan yang melaju kencang. Di tengah perayaan gencatan senjata, seorang penjual buah menggunakan pengeras suara, dan mempromosikan persediaan pisangnya dengan suara lantang.

Kekerasan terbaru meletus pada Selasa (9/5/2023) ketika serangan udara Israel menewaskan tiga komandan senior Jihad Islam. Israel mengatakan serangan udara itu sebagai tanggapan atas ledakan besar tembakan roket minggu sebelumnya. Israel mengatakan, serangannya difokuskan pada target Jihad Islam.  Namun, penduduk di Gaza mengatakan, rumah orang yang tidak terlibat dalam pertempuran juga telah diserang.

Sedikitnya 10 warga sipil, termasuk wanita, dan anak kecil tewas dalam serangan awal tersebut. Selama beberapa hari terakhir, Israel telah melakukan lebih banyak serangan udara. Israel juga membunuh komandan senior Jihad Islam dan menghancurkan pusat komando dan tempat peluncuran roket mereka. Tapi, serangan udara tidak menunjukkan tanda-tanda menghentikan tembakan roket.

Israel melaporkan lebih dari 1.200 peluncuran selama pertempuran, dengan beberapa roket mencapai sejauh wilayah Tel Aviv dan Yerusalem. Israel mengatakan, sekitar seperempat dari roket salah sasaran dan mendarat di Gaza, sementara sebagian besar sisanya dicegat atau mendarat di area terbuka.  Tetapi, seorang wanita berusia 80 tahun dan seorang buruh Palestina yang bekerja di Israel tewas oleh tembakan roket.

Sejauh ini tidak ada perincian tentang ketentuan gencatan senjata. Jihad Islam telah menuntut penghentian kebijakan Israel yang menargetkan para pemimpinnya. Sementara Israel akan menawarkan ketenangan demi ketenangan.

Ini adalah serangan terbaru dari serangkaian pertempuran panjang antara Israel dan militan Palestina di Gaza sejak Hamas menguasai wilayah pantai itu pada 2007. Tetapi, kesepakatan gencatan senjata tidak mungkin dapat mengatasi banyak masalah yang telah memicu pertempuran berulang kali, termasuk blokade Israel yang sedang berlangsung di Gaza, persenjataan besar yang dimiliki oleh Hamas dan Jihad Islam, serta kebijakan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem timur, dan Gaza dalam Perang Timur Tengah 1967. Karena situasi yang mudah memanas di wilayah pendudukan Tepi Barat, militer Israel menyerbu kamp pengungsi Balata di dekat Kota Nablus. Hal ini memicu baku tembak yang menewaskan dua warga Palestina.  Dalam insiden terpisah di dekat Kota Jenin, polisi Israel mengatakan mereka menembak dan membunuh seorang tersangka penyerang Palestina yang berlari ke arah tentara dengan memegang pisau.

Pertempuran Israel-Palestina telah melonjak di Tepi Barat di bawah pemerintahan kanan Israel. Sejak awal tahun ini, 111 warga Palestina telah tewas di Tepi Barat dan Yerusalem timur, setidaknya setengah dari mereka berafiliasi dengan kelompok militan. Menurut penghitungan oleh The Associated Press, ini adalah jumlah kematian tertinggi dalam dua dekade.

Saat itu, 20 orang tewas dalam serangan Palestina terhadap Israel. Gencatan senjata dapat menjadi tantangan lebih lanjut pada Kamis (17/5/2023) ketika kaum nasionalis Israel merencanakan pawai tahunan "Hari Yerusalem" melalui Muslim Quarter di Kota Tua Yerusalem.  

Pawai tersebut bertujuan untuk merayakan penaklukan Israel atas Kota Tua dan tempat-tempat suci Yahudi pada 1967. Pawai ini sering menjadi sumber gesekan dan membantu memicu perang 11 hari dengan Hamas pada 2021.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement