REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, reformasi peradilan akan kembali ke agenda pemerintah. Dia menambahkan, pemerintah akan mencoba untuk mencapai kesepahaman mengenai reformasi peradilan tersebut.
"Kami mencoba untuk mencapai pemahaman, dan saya berharap kami akan berhasil dalam hal ini. Kami memenangkan pemilihan, kami mengesahkan anggaran, kami akan melanjutkan selama empat tahun lagi," ujar Netanyahu, dilaporkan Middle East Monitor, Rabu (24/5/2023).
Reformasi peradilan telah menuai kontroversi di Israel. Ribuan orang turun ke jalan untuk memprotes reformasi tersebut. Pada akhir Maret, Netanyahu memutuskan untuk menangguhkan pembahasan reformasi peradilan.
Politisi oposisi, telah berkompromi dengan pemerintah mengenai reformasi peradilan sejak ditangguhkan pada akhir Maret. Seorang politisi opisisi mengancam akan mengguncang negara jika Netanyahu mengejar pengesahan reformasi peradilan tersebut secara sepihak.
Rencana reformasi peradilan yang dicetuskan pada Januari memicu demonstrasi anti-pemerintah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran beberapa investor asing serta lembaga kredit internasional.
Netanyahu mengatakan, perombakan judisial akan membatasi beberapa kekuasaan Mahkamah Agung dan memberikan kendali yang lebih besar kepada pemerintah atas penunjukan hakim. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki jangkauan yang berlebihan oleh peradilan dan menyeimbangkan cabang-cabang pemerintahan.
Kritikus menilai ada ancaman terhadap independensi pengadilan oleh pemerintah. Sementara kekuatan Barat telah menyuarakan keprihatinan atas kesehatan demokrasi Israel.
Pemimpin oposisi sentris Yair Lapid menuntut Presiden Isaac Herzog untuk meminta klarifikasi dari Netanyahu. Herzog tidak segera berkomentar. Dia telah menengahi negosiasi dengan pemerintah dan sangat berhati-hati. Sementara itra koalisi Lapid, Benny Gantz mengatakan di Twitter, jika perombakan yudisial diajukan, maka oposisi akan mengguncang negara dan menghentikannya.
Mata uang Shekel pada Rabu (24/5/2023) jatuh hampir 1 persen terhadap dolar menjadi 3,735, atau terlemah sejak Maret 2020. Para analis menilai pelemahan ini sebagai tanggapan terhadap prospek kehebohan politik dan ekonomi yang berlipat ganda.
Indeks saham Tel Aviv juga tergelincir 1 persen, sementara harga obligasi pemerintah turun sebanyak 0,5 persen.