REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Badan Anak-Anak PBB (UNICEF) sedang menjalin diskusi dengan Taliban tentang kemungkinan menyerahkan program pendidikannya di Afghanistan kepada mereka. UNICEF mengaku telah menerima jaminan dari Kementerian Pendidikan Taliban bahwa kelas berbasis komunitasnya yang menaungi 500 ribu siswa di Afghanistan akan dilanjutkan.
“Sebagai lembaga utama untuk klaster pendidikan di Afghanistan, UNICEF terlibat dalam diskusi konstruktif dengan kementerian pendidikan de facto dan menghargai komitmen dari menteri de facto untuk menjaga semua kelas tetap berjalan sementara diskusi berlangsung tentang jadwal dan kepraktisan,” kata Juru Bicara UNICEF di Afghanistan, Samantha Mort, Kamis (15/6/2023).
“Untuk meminimalkan gangguan pada pembelajaran anak, sangat penting bahwa setiap penyerahan kepada LSM nasional dilakukan secara strategis dan mencakup penilaian serta peningkatan kapasitas yang komprehensif,” ujar Mort menambahkan.
Taliban belum memberikan komentar terkait keterangan yang dirilis UNICEF. Kementerian Pendidikan Taliban juga belum secara terbuka mengonfirmasi kebijakan untuk melanjutkan program pendidikan UNICEF di Afghanistan.
Sebelumnya beredar kabar yang menyebut Taliban sudah mengisyaratkan organisasi-organisasi internasional tidak bisa lagi terlibat dalam proyek pendidikan di Afghanistan. Namun Taliban belum mengonfirmasi kebenaran kabar tersebut.
Pekan lalu PBB telah menyuarakan keprihatinan atas kabar rencana Taliban melarang organisasi internasional memberikan pendidikan di Afghanistan. PBB menilai, jika rencana Taliban direalisasikan, hal itu akan menjadi kemunduran bagi negara tersebut.
“Jika ini terjadi (pelarangan organisasi internasional memberikan pendidikan di Afghanistan), ini akan menjadi langkah mundur yang buruk bagi rakyat Afghanistan dan terutama bagi perempuan serta anak perempuan,” kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric, 8 Juni 2023 lalu, dikutip Anadolu Agency.
Dujarric mengungkapkan tim PBB sedang menjalin komunikasi dengan Taliban untuk membahas rencana tersebut. "Rekan-rekan kami di Kabul sedang berbicara dengan pihak berwenang de facto. Kami mencoba untuk memastikan dengan tepat apa yang sedang direncanakan. Kami belum mendapatkan sesuatu yang resmi," ucapnya.
"Setiap orang berhak atas pendidikan, dan kami ingin memastikan otoritas de facto menjamin akses pendidikan untuk anak-anak dan dewasa muda," kata Dujarric menambahkan.
Kehidupan perempuan di Afghanistan kembali dikekang oleh Taliban sejak mereka kembali berkuasa pada Agustus 2021. Anak perempuan dilarang melanjutkan pendidikan setelah mereka lulus sekolah dasar.
Sekolah menengah dan universitas tak diizinkan bagi mereka. Keputusan melarang perempuan Afghanistan berkuliah diambil Taliban pada Desember tahun lalu.
Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim mengatakan, larangan perempuan berkuliah diperlukan guna mencegah percampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata kuliah yang diajarkan di kampus, seperti pertanian dan teknik, tak sesuai dengan budaya Afghanistan serta melanggar prinsip-prinsip Islam.
Tak berselang lama setelah itu, Taliban memutuskan melarang perempuan Afghanistan bekerja di lembaga swadaya masyarakat atau organisasi non-pemerintah. Sebelumnya Taliban juga telah menerapkan larangan bagi perempuan untuk berkunjung ke taman, pasar malam, pusat kebugaran, dan pemandian umum.
Taliban pun melarang perempuan bepergian sendiri tanpa didampingi saudara laki-lakinya. Ketika berada di ruang publik, perempuan Afghanistan diwajibkan mengenakan hijab.
Serangkaian kebijakan Taliban yang 'menindas' kehidupan perempuan Afghanistan itu telah dikecam dunia internasional. Hingga saat ini belum ada satu pun negara yang mengakui kepemimpinan Taliban di Afghanistan. Salah satu alasannya adalah karena belum dipenuhinya hak-hak dasar kaum perempuan di sana.