REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Yunani menginginkan hubungan yang lebih baik dengan Turki. Namun, menurut Menteri Luar Negeri Yunani George Gerapetridis, keinginan itu terpenuhi dengan tidak melewati batas dan prioritas nasional.
"Masih harus dilihat, apakah Turki juga dengan tulus berharap kami membuka jalan menuju pemulihan hubungan,” kata Gerapetridis dalam sebuah pernyataan pada Selasa (4/7/2023), dikutip dari Anadolu Agency.
“Ini tidak berarti bahwa Yunani akan mundur dari garis merah dan prioritas nasionalnya, di mana prioritas utama adalah solusi yang adil untuk masalah Siprus,” menurut pernyataan yang dikutip oleh kantor berita milik pemerintah Yunani AMNA.
Sikap itu disampaikannya setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri pemerintahan Siprus Yunani Konstantinos Kombos. Wilayah itu telah terperosok dalam perselisihan selama beberapa dekade antara Siprus Yunani dan Siprus Turki, meskipun ada serangkaian upaya diplomatik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai penyelesaian yang komprehensif.
Serangan etnis yang dimulai pada awal 1960-an memaksa orang Siprus Turki mundur ke daerah kantong demi keselamatannya. Pada 1974, kudeta Siprus Yunani yang ditujukan untuk aneksasi Yunani atas pulau itu menyebabkan intervensi militer Turki sebagai kekuatan penjamin untuk melindungi Siprus Turki dari penganiayaan dan kekerasan. Akibatnya, Republik Turki Siprus Utara (TRNC) didirikan pada 1983.
Masalah itu telah melalui proses perdamaian yang berjalan dan mandeg dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu inisiatif di bawah naungan negara penjamin Turki, Yunani, dan Inggris yang muncul pada 2017 di Swiss, tetapi gagal dilaksanakan. Pemerintahan Siprus Yunani masuk Uni Eropa pada 2004.