Jumat 14 Jul 2023 06:16 WIB

Dijegal di Parlemen, Pita Limjaroenrat: Saya Tidak Menyerah untuk Jadi PM Thailand

Pita hanya didukung oleh 13 anggota Senat yang berhaluan konservatif.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Pemimpin Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat gagal meraih dukungan suara dalam pemilihan perdana menteri di parlemen pada Kamis (13/7/2023).
Foto: AP Photo/Wason Wanichakorn
Pemimpin Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat gagal meraih dukungan suara dalam pemilihan perdana menteri di parlemen pada Kamis (13/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemimpin Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat gagal meraih dukungan suara dalam pemilihan perdana menteri di parlemen pada Kamis (13/7/2023). Kendati demikian, Pita bertekad tidak akan menyerah dan terus berupaya untuk menjadi perdana menteri.

Pita meraih 324 suara. Dengan 199 suata abstain, 182 suara menentangnya, dan 44 tidak hadir. Dia hanya didukung oleh 13 anggota Senat yang berhaluan konservatif. 

Baca Juga

"Saya menerimanya tetapi saya tidak akan menyerah. Saya tidak akan menyerah dan akan menggunakan waktu ini untuk mendapatkan lebih banyak dukungan," ujar Pita.

Pita mengatakan para senator tidak bisa memilih dengan bebas. Pita akan mengatur ulang strategi untuk mencoba meyakinkan mereka agar mengikuti kehendak rakyat.

“Banyak yang tidak memilih sesuai keinginan. Saya mengerti ada banyak tekanan pada mereka, dan insentif. Saya pikir masih ada waktu untuk mendapatkan lebih banyak suara," ujar Pita.

Pita adalah calon tunggal, namun jumlah suara yang diperolehnya tidak mencukupi. Untuk menduduki kursi perdana menteri, Pita membutuhkan suara lebih dari separuh 749 anggota parlemen. Pemungutan suara putaran kedua diharapkan berlangsung pekan depan, yang dapat diperebutkan oleh Pita jika dicalonkan lagi oleh aliansi delapan partai.

Pemungutan suara itu merupakan ujian kritis terhadap kekuatan politik Pita dan tolok ukur oposisi terhadap agenda anti-kemapanan partainya. Partai Move Forward mengusung agenda untuk menghapus militer dari politik, membongkar monopoli bisnis, dan mengubah undang-undang yang mengatur hukuman karena menghina monarki.  

Move Forward dan mitra aliansinya, Pheu Thai, mengalahkan partai-partai pro-militer konservatif dalam pemilu pada Mei lalu. Hal ini secara luas dianggap sebagai penolakan keras terhadap pemerintahan yang dipimpin atau didukung oleh militer selama hampir satu dekade.

Kekalahan itu merupakan pukulan terbaru bagi Pita. Jelang pemungutan suara, banyak pihak yang berupaya menjegal Pita. Mulai dari rekomendasi untuk mendiskualifikasi Pita dari kandidat perdana menteri, serta mendorong ratusan demonstran untuk berkumpul dan menghalangi Partai Move Forward dari kekuasaan.  

Kasus-kasus tersebut adalah putaran terbaru dalam perjuangan dua dekade untuk merebut kekuasaan yang penuh dengan kudeta, intervensi pengadilan, pembubaran partai, dan protes jalanan yang penuh kekerasan. Ketidakpastian politik telah menarik indeks saham utama Thailand turun sebesar 11 persen sepanjang tahun ini.

Tekad Pita untuk mengejar agenda kontroversial Move Forward telah membuatnya berselisih dengan kaum konservatif dan keluarga kaya dengan pengaruh atas institusi demokrasi. Mereka telah membayangi politik Thailand selama beberapa dekade.

Thanakorn Wangboonkongchana, seorang anggota parlemen dari United Thai Nation Party yang didukung tentara mengatakan, rencana untuk mengubah pasal 112 KUHP, yang melarang penghinaan terhadap monarki, akan menjadi kegagalan bagi Move Forward. United Thai Nation Party mengatakan, mereka tidak akan mendukung partai Move Forward

"Kami tidak dapat mendukung mereka, atau koalisi apa pun yang menyertakan mereka. Kami tidak akan mendukung mereka," ujar United Thai Nation Party.

Kebangkitan Move Forward mengejutkan saingan berat politik. Move Forward memanfaatkan media sosial untuk mendapatkan dukungan para pemuda dan memenangkan kubu konservatif utama di sejumlah kota dan Ibu Kota Bangkok.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement