Rabu 02 Aug 2023 11:48 WIB

Empat Imigran Nigeria Bersembuyi di Bagian Kemudi Kapal Selama 14 Hari

Keempat imigran itu akhirnya diselamatkan oleh petugas keamanan Brasil.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Salah satu kapal imigran gelap (ilustrasi).
Foto: english.globalarabnetwork.com
Salah satu kapal imigran gelap (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SAO PAULO -- Empat orang warga negara Nigeria nekat menjadi imigran dengan menumpang secara tersembunyi di bagian kemudi kapal laut. Keempat orang itu akhirnya diselamatkan oleh petugas keamanan Brasil. 

Pada hari ke-10 mereka di lautan, empat imigran asal Nigeria ini telah bertahan dalam pelayaran menyeberangi Samudra Atlantik. Mereka bertahan di luar buritan (bagian belakang) kapal, di ruang kecil di atas kemudi kapal kargo yang cukup besar.

Baca Juga

Menurut pengakuan mereka, pada hari ke-10, mereka telah kehabisan makanan dan minuman. Mereka bertahan hidup selama empat hari selanjutnya, hanya dengan meminum air laut yang mereka ambil hanya beberapa meter di bawah mereka, sebelum akhirnya diselamatkan oleh polisi federal Brasil di pelabuhan tenggara Vitoria.

Perjalanan mereka yang luar biasa dan menantang maut melintasi lautan sejauh 5.600 kilometer (3.500 mil) semakin memperlihatkan bagaimana risiko yang siap diambil oleh sebagian imigran untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

"Itu adalah pengalaman yang mengerikan bagi saya," kata Thankgod Opemipo Matthew Yeye, 38 tahun, salah satu dari empat orang Nigeria, dalam sebuah wawancara di tempat penampungan gereja Sao Paulo. "Di atas kapal itu tidak mudah. Saya gemetar, sangat takut. Tetapi akhirnya saya bisa berada di sini," katanya.

Kelegaan mereka karena telah berhasil  diselamatkan, dan mereka segera berganti dengan keterkejutan. Keempat orang tersebut mengatakan bahwa mereka berharap bisa mencapai Eropa dan terkejut ketika mengetahui bahwa mereka ternyata mendarat di sisi lain Atlantik, di Brasil. Dua dari mereka telah dikembalikan ke Nigeria atas permintaan mereka, sementara Yeye dan Roman Ebimene Friday, seorang pria berusia 35 tahun dari negara bagian Bayelsa, telah mengajukan permohonan suaka di Brasil.

"Saya berdoa agar pemerintah Brasil mengasihani saya," kata Friday, yang pernah mencoba melarikan diri dari Nigeria dengan menggunakan kapal, tetapi ditangkap oleh pihak berwenang di sana.

Keduanya mengatakan bahwa kesulitan ekonomi, ketidakstabilan politik dan kejahatan telah membuat mereka tidak memiliki banyak pilihan selain meninggalkan negara asalnya, Nigeria. Negara terpadat di Afrika ini memiliki masalah kekerasan dan kemiskinan yang sudah berlangsung lama, dan penculikan merupakan hal yang endemik.

Yeye, seorang pendeta pantekosta dari negara bagian Lagos, mengatakan bahwa kebun kacang dan kelapa sawitnya hancur akibat banjir tahun ini, sehingga ia dan keluarganya kehilangan tempat tinggal. Ia berharap mereka sekarang dapat bergabung dengannya di Brasil.

Friday mengatakan perjalanannya ke Brasil dimulai pada tanggal 27 Juni, ketika seorang teman nelayan mendayungnya ke buritan kapal Ken Wave yang berbendera Liberia, berlabuh di Lagos, dan meninggalkannya di kemudi. 

Yang mengejutkannya, ia menemukan tiga orang sudah berada di sana, menunggu kapal berangkat. Friday mengaku sangat ketakutan. Dia belum pernah bertemu dengan rekan-rekan barunya di kapal dan takut mereka bisa melemparkannya ke laut kapan saja.

Saat kapal bergerak, Friday mengatakan bahwa keempat orang tersebut berusaha keras untuk tidak ditemukan oleh awak kapal, yang mereka khawatirkan akan memberikan mereka kuburan berair. "Mungkin jika mereka menangkap Anda, mereka akan melemparkan Anda ke dalam air," katanya. 

"Jadi kami belajar untuk tidak membuat keributan." Menghabiskan waktu dua minggu dalam jarak yang sangat dekat dengan Samudra Atlantik sangatlah berbahaya.

Untuk mencegah diri mereka jatuh ke dalam air, Friday mengatakan bahwa mereka memasang jaring di sekeliling kemudi dan mengikatkan diri mereka dengan tali. Ketika melihat ke bawah, ia mengatakan bahwa ia bisa melihat "ikan-ikan besar, seperti paus dan hiu." Karena kondisi yang sempit dan suara mesin yang bising, tidur pun jarang terjadi dan berisiko. "Saya sangat senang ketika kami diselamatkan," katanya.

Pastor Paolo Parise, seorang pastor di tempat penampungan Sao Paulo, mengatakan bahwa ia pernah menemukan kasus-kasus penumpang gelap lainnya, tetapi tidak pernah ada yang sebegitu berbahayanya. Perjalanan mereka menjadi bukti betapa jauhnya orang-orang akan pergi untuk mencari awal yang baru, katanya. "Orang-orang melakukan hal-hal yang tak terbayangkan dan sangat berbahaya."

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement