Senin 28 Aug 2023 14:21 WIB

Cara Pemerintah Prancis Kebiri Hak Muslimah Lewat Larangan Tata Cara Berpakaian

Pemerintah Prancis akan melarang penggunaan abaya di sekolah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Muslimah Prancis.
Foto: onislam.net
Muslimah Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, Menjalani kehidupan sebagai perempuan Muslim di Prancis adalah 'tantangan' tersendiri. Negara yang menjunjung tinggi sekularisme tersebut telah berulang kali membidik tata busana Muslimah, termasuk hijab dan burka. Pada Ahad (27/8/2023) lalu, Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal mengatakan akan melarang penggunaan abaya di sekolah.

“Saya telah memutuskan bahwa abaya tidak lagi dikenakan di sekolah. Saat Anda masuk ke ruang kelas, Anda tidak seharusnya bisa mengidentifikasi agama murid hanya dengan melihat mereka,” kata Attal saat diwawancara stasiun televisi TF1.

Baca Juga

Menurut Attal, abaya adalah isyarat keagamaan. Oleh sebab itu dia menilai, penggunaannya di sekolah harus dilarang. “Sekularisme artinya kebebasan untuk membebaskan diri melalui sekolah,” ujarnya.

Jika menengok ke belakang, Prancis tak hanya sekali 'mempermasalahkan' tata busana Muslimah.

Larangan penggunaan hijab

Pada 2004 pemerintahan mantan presiden Prancis Jacques Chirac memutuskan melarang semua simbol-simbol keagamaan di sekolah negeri. Artinya pemakaian hijab, simbol salib, dan kippa bagi orang Yahudi dilarang. “(Namun) hal ini sebagian besar ditujukan kepada anak perempuan yang mengenakan hijab,” kata seorang kolumnis di The Local France, John Lichfield.

Dalam UU tahun 2004 itu, pelarangan hanya berlaku bagi sekolah. Artinya mahasiswa tidak tercakup di dalamnya. Mahasiswi Muslim masih diperkenankan mengenakan hijab di lingkungan kampus.

Prancis sebenarnya tak memiliki larangan pemakaian hijab di ruang publik. Namun burka dan nikab dikategorikan berbeda oleh negara tersebut. Hal itu kerap mengundang kebingungan karena baik cadar maupun jilbab sering kali disebut sebagai voile dalam bahasa Prancis.

Pada 2010, Prancis memutuskan melarang total penggunaan pakaian yang menutupi seluruh wajah, termasuk burka dan nikab. Pakaian semacam itu tidak boleh dikenakan di ruang publik mana pun di Prancis. Pelanggarnya berisiko dikenakan denda 150 euro. Kala itu pelarangan burka dan nikab memantik kemarahan besar dari banyak komunitas Muslim di Prancis yang berjumlah 5 juta orang.

Namun hijab atau jilbab sepenuhnya legal di ruang publik Prancis termasuk toko, kafe, dan jalan-jalan. Menyaksikan perempuan Muslim berjalan-jalan dengan mengenakan hijab di kota-kota besar Prancis seperti Paris merupakan hal lumrah.

Meski demikian, bukan berarti tidak ada pembatasan terhadap kebebasan perempuan dalam mengenakan hijab. Sejalan dengan UU Perancis tentang laïcité (sekularisme), dilarang mengenakan simbol agama secara terbuka, termasuk hijab, di gedung-gedung pemerintah, termasuk sekolah (dengan pengecualian pengunjung). Pejabat publik seperti guru, petugas pemadam kebakaran atau polisi juga dilarang mengenakan simbol agama mereka secara terbuka saat mereka bekerja.

Pada 2021, para Senator Prancis mengusulkan amandemen terhadap 'RUU anti-separatisme' pemerintah yang akan melarang anak perempuan di bawah 18 tahun mengenakan hijab di ruang publik. Beberapa amandemen lainnya juga menyasar perempuan Muslim, seperti pelarangan ibu mengenakan jilbab saat menemani perjalanan sekolah.

Namun semua amandemen tersebut kandas dalam Assemblée nationale. Oleh karena itu ia tidak menjadi UU.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement