REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un diperkirakan akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Adrienne Watson mengindikasikan bahwa pertemuan tersebut akan menjadi bagian dari diskusi yang sedang berlangsung mengenai penjualan senjata antara kedua negara.
“Seperti yang telah kami peringatkan secara terbuka, perundingan senjata antara Rusia dan DPRK secara aktif mengalami kemajuan,” kata Watson, menggunakan akronim dari Republik Rakyat Demokratik Korea, atau Korea Utara.
“Kami mendapat informasi bahwa Kim Jong-un memperkirakan diskusi ini akan terus berlanjut, termasuk keterlibatan diplomatik tingkat pemimpin di Rusia,” kata Watson, dilaporkan Aljazirah, Senin (4/9/2023).
Pekan lalu, Gedung Putih mengatakan, Rusia sudah melakukan perundingan rahasia dan aktif dengan Korea Utara untuk memperoleh berbagai amunisi dan pasokan untuk perang Moskow di Ukraina. Watson mendesak Korea Utara untuk menghentikan negosiasi senjatanya dengan Rusia dan mematuhi komitmen publik yang telah dibuat Pyongyang untuk tidak menyediakan atau menjual senjata ke Rusia.
Para pejabat mengatakan, Kim, yang jarang bepergian ke luar negeri, kemungkinan akan bertemu dengan Putin di Kota Vladivostok di pantai Pasifik Rusia, yang tidak jauh dari Korea Utara. Kunjungan ini diperkirakan akan mengulangi kunjungan serupa yang dilakukan Kim pada April 2019, yang merupakan pertemuan tatap muka pertamanya dengan Putin. Ketika itu, Kim yang melakukan perjalanan dengan kereta lapis baja ke Vladivostok. Dia melakukan tur ke Armada Pasifik Rusia dan mengadakan pembicaraan pribadi dengan Putin di Pulau Russky.
“Saya telah mendengar banyak hal baik tentang negara Anda dan sudah lama bermimpi untuk berkunjung,” kata Kim saat itu.
Watson mengatakan, pada Juli, Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu melakukan perjalanan ke Korea Utara dalam upaya memperoleh amunisi tambahan untuk perang. Ini adalah pertama kalinya seorang menteri pertahanan Rusia mengunjungi Korea Utara sejak jatuhnya Uni Soviet pada 1991.
Menurut laporan The New York Times, sebagai imbalan atas persenjataan tambahan tersebut, Korea Utara diperkirakan akan menerima teknologi untuk meningkatkan satelit dan kapal selam bertenaga nuklir. Para ahli AS juga berspekulasi bahwa Kim mungkin akan mencari bantuan pangan dari Rusia sebagai bagian dari negosiasi senjata.
AS telah berusaha menghalangi beberapa negara, seperti Cina dan Korea Utara untuk memberikan senjata kepada militer Rusia. Washington menganggap invasi besar-besaran Moskow ke Ukraina sebagai serangan terhadap kedaulatan negara tersebut.
Sebelumnya pada Senin, badan intelijen Korea Selatan mengindikasikan bahwa kepemimpinan militer Rusia sedang melakukan latihan angkatan laut bersama dengan Korea Utara dan Cina. Latihan ini serupa dengan yang dilakukan oleh AS dan sekutunya.
Shoigu tampaknya mengonfirmasi rumor tersebut kepada kantor berita Rusia Interfax. Shoigu mengatakan, diskusi sedang dilakukan untuk latihan militer gabungan.
"Mengapa tidak? Ini adalah tetangga kita. Ada pepatah Rusia kuno: Anda tidak bisa memilih tetangga Anda dan lebih baik hidup bersama tetangga Anda dalam damai dan harmonis," ujar Shoigu.
Pada Sabtu (2/9/2023) Duta Besar Rusia untuk Korea Utara, Alexander Matsegora mengatakan, dia tidak mengetahui adanya rencana untuk berkolaborasi dengan kedua negara dalam latihan militer. Namun, dia menambahkan, latihan apa pun pada masa depan akan “pantas”, mengingat latihan militer yang dipimpin AS di wilayah tersebut.
Korea Utara telah meningkatkan uji coba rudalnya dalam beberapa bulan terakhir, sebagai respons terhadap latihan gabungan antara AS, Korea Selatan, dan Jepang. Kim telah berjanji untuk meningkatkan produksi senjata sebagai bagian dari persiapan perang.
Pada Sabtu, Korea Utara dilaporkan mengadakan simulasi serangan nuklir taktis dengan menggunakan rudal jarak jauh yang dilengkapi dengan hulu ledak atom tiruan. Media Pemerintah Korea Utara, KCNA, menggambarkan simulasi tersebut sebagai peringatan bagi musuh-musuh negara.
Kemudian pada April, Korea Utara mengumumkan keberhasilan pertama peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) berbahan bakar padat. Ini adalah tonggak penting dalam rencana pengembangan senjata lima tahun yang diumumkan Kim pada 2021. Peluncuran kedua ICBM dilakukan pada Juli.