REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Rusia menuduh sekutu Ukraina membantu merencanakan dan melakukan serangan rudal terhadap markas besar Armada Laut Hitam Rusia di Semenanjung Krimea yang dianeksasi pada pekan lalu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan dalam sebuah pengarahan pada Rabu (27/9/2023), bahwa serangan tersebut telah direncanakan sebelumnya dengan dukungan informasi dari Barat
“Tidak ada keraguan bahwa serangan itu telah direncanakan sebelumnya dengan menggunakan sarana intelijen Barat, aset satelit NATO, dan pesawat pengintai dan dilaksanakan atas saran badan keamanan Amerika dan Inggris serta berkoordinasi erat dengan mereka,” ujar Zakharova.
Pernyataan Zakharova mengikuti komentar yang dibuat oleh wakil kepala Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev yang menyinggung kedatangan tank Abrams di Ukraina. Dia mengatakan, pengiriman itu dan janji AS untuk memasok rudal jarak jauh ATACMS dalam jumlah yang tidak ditentukan akan mendorong NATO lebih dekat dengan konflik langsung dengan Rusia.
Moskow telah berulang kali mengklaim bahwa Amerika Serikat (AS) dan sekutu NATO telah terlibat secara efektif dalam konflik di Ukraina. Mereka memasok senjata ke Ukraina dan memberikan informasi intelijen serta membantu merencanakan serangan terhadap fasilitas Rusia.
Laporan berita yang belum dikonfirmasi mengatakan, rudal Storm Shadow yang disediakan ke Ukraina oleh Inggris dan Perancis digunakan dalam serangan terhadap markas tersebut. Kementerian Pertahanan Inggris tidak segera menanggapi permintaan komentar atas laporan Zakharova dan klaim rudal Storm Shadow digunakan dalam serangan tersebut.
Tuduhan itu muncul sehari setelah muncul video yang menunjukkan komandan Armada Laut Hitam Rusia Laksamana Viktor Sokolov masih hidup. Padahal sebelumnya Ukraina mengklaim tanpa memberikan bukti pendukung bahwa dia termasuk di antara 34 perwira yang meninggal dalam serangan di kota pelabuhan Sevastopol.
Selain itu, Ukraina juga mengatakan, serangan yang membuat lubang besar di gedung utama markas besar tersebut telah melukai 105 orang, meskipun klaim tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen. Rusia pada awalnya mengatakan seorang tentara gugur namun dengan cepat mencabut pernyataan itu dan mengatakan orang tersebut hilang. Moskow belum memberikan informasi terkini mengenai korban jiwa.
Istana Kremlin memilih tidak mengomentari status Sokolov yang muncul setelah klaim kematiannya oleh Ukraina. Namun, Kementerian Pertahanan Rusia memposting video yang menunjukkan dia berada di antara para perwira senior lainnya yang menghadiri konferensi dengan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu. Sokolov tidak berbicara dalam klip itu.
Ketika ditanya tentang Sokolov pada Rabu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mencatat bahwa dia ikut serta dalam panggilan video dengan Shoigu pada Selasa (26/9/2023. Hanya saja dia menahan diri untuk berkomentar lebih lanjut dan meminta agar mengkonfirmasi ke Kementerian Pertahanan langsung.
Tapi Pasukan Operasi Khusus Ukraina tegas menyatakan sumber-sumbernya mengklaim bahwa Sokolov termasuk di antara korban tewas dan banyak di antaranya belum teridentifikasi. Dikatakan pihaknya sedang mencoba memverifikasi klaim tersebut setelah video terbaru itu muncul.
"Karena Rusia dipaksa untuk mempublikasikan tanggapan dengan Sokolov yang diduga masih hidup, unit kami sedang mengklarifikasi informasi tersebut," ujar pasukan itu menanggapi video Rusia.
Sokolov terlihat berbicara kepada wartawan tentang operasi Armada Hitam dalam sebuah video yang diposting di saluran berita yang terkait dengan Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu. Tidak jelas kapan video itu direkam. Video tersebut tidak menyebutkan serangan Ukraina terhadap markas armada.
Wilayah Semenanjung Krimea dianeksasi secara ilegal oleh Rusia dari Ukraina pada 2014 sering menjadi sasaran sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada bulan Februari 2022. Krimea telah menjadi pusat utama yang mendukung invasi tersebut dan semakin sering menjadi target sasaran Ukraina.