Jumat 06 Oct 2023 05:25 WIB

Pemilu Mesir, Ketika Unjuk Rasa Pro-Sisi Berubah Jadi Protes Anti-Pemerintah

Presiden Abdel Fattah el-Sisi kembali mencalonkan diri dalam pemilu Mesir mendatang.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Pemilu Mesir (ilustrasi)
Foto: toonpool.com
Pemilu Mesir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir petahana, Abdel Fattah el-Sisi yang berkuasa melalui kudeta 10 tahun lalu, pada Senin (2/10/2023) telah mengumumkan dirinya untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan presiden yang ketiga, di pemilu Mesir kali ini. 

Sejumlah demonstrasi yang disponsori negara pada hari Senin, yang awalnya berupaya mendeklarasikan dukungan kepada Presiden el-Sisi, mendadak berubah menjadi demonstrasi anti-pemerintah di beberapa tempat di seluruh negeri.

Baca Juga

Puluhan video yang dibagikan di media sosial, yang diverifikasi sebagai akurat oleh sejumlah aktivis dan investigasi sumber terbuka, menunjukkan orang-orang di Mersa Matruh, sebuah kota di Mediterania, dan di gubernuran Delta Nil, Menoufia, menyerukan agar Sisi mundur.

Warga Mesir yang ikut dalam aksi itu, membakar atau menginjak-injak spanduk-spanduk kampanye presiden el-Sisi yang sedang menjabat. Rekaman tersebut menyusul laporan-laporan mengenai acara-acara nasional, yang disponsori oleh Partai Masa Depan Bangsa yang pro-Sisi.

Partai ini berencana merayakan pencalonan Sisi maju kembali sebagai capres Mesir untuk masa jabatan ketiga, dalam pemilihan presiden yang dijadwalkan pada tanggal 10-12 Desember. Namun dalam video tersebut, para pengunjuk rasa terdengar meneriakkan "rakyat menyerukan kejatuhan rezim".

Protes-protes kecil juga terjadi di kota-kota lain, termasuk Ismailia, di mana puluhan orang terlihat meneriakkan yel-yel menentang pemerintah. Dalam sebuah acara, orang-orang terdengar mengatakan "Lanjutkan presiden" diiringi dengan teriakan "tidak" yang menggema setelahnya.

Menurut Saheeh Masr, sebuah akun media sosial yang berfokus pada pemberantasan informasi yang salah dan melakukan investigasi, protes-protes tersebut terjadi beberapa jam setelah pidato Sisi yang disiarkan di televisi pada Senin malam. Saat itu Sisi menyatakan kesediaannya sebagai capres Mesir untuk masa jabatan presiden ketiga pada pemilu Desember 2023.

Saheeh Masr juga memverifikasi bahwa demonstrasi tersebut terjadi di Jalan Alexandria, dekat rumah sakit umum Mersa Matruh. Namun, Kementerian Dalam Negeri Mesir mengeluarkan sebuah pernyataan di Facebook pada hari Senin, yang mengklaim bahwa orang-orang yang berada di jalanan terlibat dalam bentrokan di sebuah acara seni.

"Sebuah pertengkaran terjadi antara beberapa anak muda di kota Matruh karena persaingan untuk mengambil foto dengan penyair Libya dan pasukan keamanan dikerahkan untuk menangkap para pelaku," bunyi pernyataan tersebut.  

Pemilihan presiden

Unjuk rasa pemilihan presiden ini awalnya diorganisir oleh partai Mostaqbal Watan, dan melihat puluhan orang turun ke jalan langsung setelah pidato Sisi yang disiarkan di televisi. Pidato Sisi itu, setelah konferensi tiga hari yang mempresentasikan pencapaiannya selama sembilan tahun berkuasa.

"Jika saya adalah orang yang tepat untuk jabatan ini, saya mohon kepada Tuhan untuk membuat saya sukses dan memudahkan saya," katanya dalam pidatonya.

"Saya menyerukan kepada seluruh rakyat Mesir untuk menyaksikan adegan demokratis ini dan memilih orang yang tepat untuk peran ini. Ini adalah pilihan semua orang Mesir, yang saya hormati," kata Sisi. 

"..Saya tidak pernah membuat janji yang tidak bisa saya tepati - yang bisa saya katakan adalah saya akan terus bekerja, bekerja, bekerja, dan Tuhan akan membuat segalanya menjadi mudah," ujarnya.

Namun, konferensi tersebut juga dikelilingi oleh kontroversi, setelah sang presiden membuat sejumlah komentar aneh. Dalam pidatonya, ia mengatakan bahwa rakyatnya harus menerima kemungkinan kelaparan sebagai harga dari kesuksesan negara. 

Ia juga mengatakan bahwa ia dapat "menghancurkan Mesir" dengan mendistribusikan obat-obatan di antara orang-orang miskin untuk menciptakan kekacauan menjelang pemilihan presiden.

Politisi sayap kiri dan mantan anggota parlemen Ahmed Tantawi, yang memposisikan dirinya sebagai lawan utama Sisi dalam pemilu, mengutuk pidato presiden Sisi tersebut, dalam sebuah pernyataan yang diposting di X.

Secara langsung ditujukan kepada Sisi, ia menulis: "Rakyat Mesir benar-benar kelaparan selama pemerintahan Anda karena pemerintahan Anda. Mereka tidak melihat pembangunan yang dijanjikan," ujar Tantawi.

Pemilihan presiden akan berlangsung saat Mesir, rumah bagi lebih dari 109 juta orang, berada di tengah-tengah krisis ekonomi yang parah. Ekonomi Mesir saat ini telah membuat pound Mesir kehilangan setengah dari nilainya terhadap dolar. Di mana hal ini yang menyebabkan rekor inflasi dan kelangkaan mata uang asing.

Sisi telah menjadi presiden sejak 2014, setahun setelah ia menggulingkan pendahulunya yang terpilih secara demokratis, Mohamed Morsi, dalam sebuah kudeta. Ia memenangkan masa jabatan kedua dalam pemilu 2018 dengan kemenangan telak, dengan 97 persen suara, melawan satu kandidat.

Setelah kemenangan Sisi, semua calon oposisi yang signifikan ditangkap atau mengundurkan diri dari pemilu, dengan alasan intimidasi. Amandemen konstitusi pada tahun 2019 membuka jalan bagi mantan jenderal angkatan darat berusia 68 tahun ini untuk mencalonkan diri untuk dua masa jabatan tambahan.

Tidak hanya itu, Sisi juga memperpanjang masa jabatan presiden dari empat tahun menjadi enam tahun. Otoritas Pemilu Nasional (NEA) mengumumkan tanggal-tanggal pemungutan suara bulan lalu, yang dijadwalkan pada 10-12 Desember, dengan pencalonan untuk pemilu yang akan berlangsung antara 5-14 Oktober.

Menurut peraturan NEA, untuk dapat diterima sebagai calon presiden, kandidat harus didukung oleh setidaknya 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu untuk dapat diterima, capres harus didukung oleh tidak kurang dari 25.000 warga negara, yang memiliki hak untuk memilih di setidaknya 15 gubernuran, dengan minimal 1.000 dari setiap gubernuran.

Meskipun Sisi dapat dengan mudah mendapatkan dukungan dari parlemen, yang didominasi oleh para pendukungnya, Middle East Eye melaporkan bahwa para pegawai negeri dan penerima tunjangan dari pemerintah dipaksa untuk menandatangani nominasi untuk mendukungnya, demi untuk membuktikan popularitasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement