Jumat 27 Oct 2023 09:06 WIB

Mantan PM Cina Li Keqiang Meninggal karena Serangan Jantung

Li adalah orang kedua yang paling berkuasa di Partai Komunis Cina sampai dia pensiun.

Mantan Perdana Menteri Cina Li Keqiang.
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Mantan Perdana Menteri Cina Li Keqiang.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Mantan perdana menteri Cina Li Keqiang meninggal dunia pada usia 68 tahun. Kabar kematian Li dilaporkan oleh media pemerintah.

Semasa hidupnya Li adalah orang kedua yang paling berkuasa di Partai Komunis Cina sampai dia pensiun tahun lalu. Media pemerintah mengatakan dia sedang "beristirahat" di Shanghai ketika dia mengalami serangan jantung mendadak pada hari Kamis (26/10/2023).

Baca Juga

Dia meninggal sepuluh menit lewat tengah malam pada hari Jumat (27/10/2023) meskipun ada upaya sekuat tenaga untuk menghidupkannya kembali, kata penyiar stasiun televisi milik pemerintah CCTV.

Li memiliki pangkat di partai meski tidak memiliki basis kekuasaan apa pun, dan bahkan pernah digadang-gadang untuk menduduki jabatan puncak presiden.

Sebagai seorang ekonom terlatih, ia awalnya diberi kendali mengurusi perekonomian Cina. Namun para analis mengatakan ia semakin dikesampingkan menjelang akhir karirnya ketika Presiden Xi Jinping mengumpulkan kekuasaan di sekelilingnya.

Pada masa jabatan terakhirnya, ia menjadi satu-satunya pejabat tinggi petahana yang tidak tergabung dalam kelompok loyalis Presiden Xi. Li terlihat sejajar dengan mantan pemimpin Hu Jintao, yang dicopot dari jabatannya pada Kongres Partai tahun lalu atas perintah Xi.

Saat dia dibawa pergi, dia menepuk bahu Li Keqiang dengan sikap ramah dan perdana menteri mengangguk kembali.

Kematian Li banyak ditangisi di media sosial, dan satu orang netizen mengatakan kabar kematiannya seperti kehilangan pilar rumah kita.

Li yang merupakan lulusan Universitas Peking ini dikenal pragmatis dalam kebijakan ekonomi, dengan kebijakan yang berfokus pada pengurangan kesenjangan kekayaan dan menyediakan perumahan yang terjangkau.

Li akan dikenang karena rekam jejak ekonominya yang kuat, tetapi akhir masa jabatannya terperosok dalam krisis zero Covid di Cina.

Pada saat krisis terburuk terjadi, ia mengatakan perekonomian berada di bawah tekanan besar dan meminta para pejabat untuk berhati-hati agar tidak membiarkan pembatasan ini menghancurkan pertumbuhan. Dia bahkan tampil tanpa menggunakan masker di depan umum sebelum Cina mencabut kebijakan nol-Covid-nya.

Namun, ketika para kader harus memilih antara perintah Presiden Xi untuk melindungi perekonomian dan perintah Presiden Xi untuk mempertahankan nihil Covid-19 dengan disiplin ekstrem, hal tersebut bukanlah sebuah kontestasi.

“Dia adalah orang yang sangat antusias dan terbuka, yang benar-benar berupaya membawa Cina maju dan memfasilitasi dialog terbuka dengan orang-orang dari semua lapisan masyarakat,” kata Bert Hofman, seorang profesor di Universitas Nasional Singapura kepada program Newsday BBC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement