Ahad 05 Nov 2023 20:04 WIB

Bertemu Menlu AS, Presiden Palestina: Gencatan Senjata Secepatnya di Gaza

Abbas berrtemu dengan diplomat tinggi AS itu di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Natalia Endah Hapsari
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken bahwa harus ada gencatan senjata terhadap perang di Gaza secepatnya.
Foto: EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken bahwa harus ada gencatan senjata terhadap perang di Gaza secepatnya.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken bahwa harus ada gencatan senjata terhadap perang di Gaza secepatnya. Hal ini diungkapkan Abbas dalam pertemuan dengan diplomat tinggi AS itu di wilayah pendudukan Tepi Barat pada Ahad (5/11/2023).

Koresponden Aljazirah, Bernard Smith melaporkan dari Ramallah, menyatakan, pertemuan antara Blinken dan Abbas berlangsung kurang dari satu jam. “Tidak ada pernyataan di akhir pertemuan dari kedua belah pihak. Yang kita tahu adalah Abbas akan meminta gencatan senjata seperti yang telah diminta oleh para pemimpin Arab lainnya. Namun Blinken menolak permintaan tersebut dan akan melakukan hal yang sama terhadap Abbas,” kata Smith.

Baca Juga

Blinken terlibat dalam tantangan diplomatik lainnya pada Ahad ketika ia bertemu dengan Abbas di Ramallah. Ini adalah perjalanan pertama Blinken ke wilayah pendudukan Tepi Barat sejak perang dimulai.

Departemen Luar Negeri AS merahasiakan kunjungan tersebut dan menolak mengkonfirmasinya hingga Blinken secara fisik meninggalkan Tepi Barat. Namun berita kedatangannya tetap bocor, sehingga memicu demonstrasi menentang kunjungan tersebut dan dukungan AS terhadap Israel di wilayah pendudukan.

Selain berbasa-basi, Abbas maupun Blinken tidak terlihat saling menyapa di depan kamera. Mereka juga tidak mengeluarkan pernyataan publik.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller mengatakan, Blinken telah menegaskan kembali komitmen AS untuk memastikan bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa dan layanan penting di Gaza. Miller menekankan, warga Palestina tidak boleh dipindahkan secara paksa.

"Blinken dan Abbas juga berbicara tentang upaya untuk memulihkan ketenangan dan stabilitas di Tepi Barat, termasuk dengan menghentikan kekerasan ekstremis terhadap warga Palestina," kata Miller, mengacu pada kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel.

Sebelumnya, Blinken mengatakan, Otoritas Palestina (PA) dapat memainkan peran pemerintahan di Gaza di masa depan sebagai jalan keluar dari konflik tersebut. Namun tidak diketahui apakah topik tersebut dibahas dalam diskusinya dengan Abbas.

Meningkatnya korban jiwa di Gaza telah membuat upaya diplomatik AS berada di bawah pengawasan lebih lanjut oleh sekutu-sekutu Arabnya, yang semakin frustrasi dengan memburuknya situasi kemanusiaan di wilayah Palestina yang terkepung. Israel, yang melanjutkan serangan militernya di Gaza, yang menyebabkan lebih dari 50 orang gugur dalam serangan udara pada Sabtu (4/11/2023) malam.

Dalam konferensi pers di Amman, Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi menekankan, negara-negara Arab menginginkan gencatan senjata secepatnya. Dia memperingatkan bahwa seluruh kawasan sedang tenggelam dalam lautan kebencian yang akan menentukan generasi mendatang.

“Kami tidak menerima bahwa ini adalah pembelaan diri,” kata Safadi, merujuk pada serangan Israel selama sebulan di Gaza yang telah menyebabkan 9.488 warga Palestina meninggal dunia, dan lebih dari sepertiganya adalah anak-anak.

“Hal ini tidak dapat dibenarkan dengan dalih apa pun dan tidak akan membawa keamanan bagi Israel, tidak akan membawa perdamaian di kawasan," kata Safadi.

Blinken mengatakan, AS menentang gencatan senjata karena akan memberi ruang bagi Hamas untuk melakukan serangan. “Menurut pandangan kami sekarang bahwa gencatan senjata hanya akan membuat Hamas tetap bertahan, mampu berkumpul kembali dan mengulangi apa yang mereka lakukan pada tanggal 7 Oktober,” kata Blinken, merujuk pada serangan mengejutkan Hamas ke Israel selatan.

Blinken mencoba mengambil risiko diplomatik selama kunjungan ketiganya ke wilayah tersebut dalam kurun waktu satu bulan. Dia mendorong Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menerima jeda kemanusiaan sementara, dan mendesak perlindungan warga sipil Palestina. Para pemimpin Arab mengatakan, seruan jeda kemanusiaan yang dilontarkan Blinken dianggap terlalu lemah. Usulan Blinken ini ditolak oleh Netanyahu yang bersikeras bahwa serangan Israel harus dilanjutkan dengan kekuatan penuh.

“Saya menjelaskan bahwa kami melanjutkan kekuatan penuh dan Israel menolak gencatan senjata sementara yang tidak mencakup pembebasan sandera kami,” kata Netanyahu dalam pernyataan yang disiarkan televisi pada Sabtu.

Israel mengebom beberapa sekolah dan pusat pengungsi yang dikelola PBB selama kunjungan Blinken.  Israel juga mengebom kamp pengungsi Maghazi di Gaza tengah pada Ahad (5/11/2023) pagi yang menewaskan sedikitnya 47 orang.

Analis politik Aljazirah, Marwan Bishara berpendapat, seruan Blinken untuk jeda kemanusiaan tanpa dorongan yang lebih serius untuk mengekang Israel adalah omong kosong belaka. “Apa yang dimaksud dengan jeda kemanusiaan? Artinya Anda memberi kami waktu beberapa menit untuk mulai melakukan pengeboman lagi. Apa manfaatnya?  Bagaimana hal itu bisa mendatangkan perdamaian? Bagaimana cara membangun kembali kredibilitas? Bagaimana hal itu mengakhiri pertumpahan darah?" ujar Bishara.

“Ketika Blinken berulang kali mengatakan ‘tidak ada gencatan senjata’, dia mengatakan ‘ya’ untuk perang. Blinken telah menerima dan menirukan posisi Israel bahwa kita akan berperang sampai akhir," kata Bishara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement