Selasa 07 Nov 2023 11:05 WIB

Yordania Buka Semua Opsi dalam Perang Israel-Gaza

Pekan lalu Yordania mengusir duta besar Israel di Amman.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina mencari korban selamat dari pemboman Israel di kamp pengungsi Maghazi di Jalur Gaza pada Minggu, 5 November 2023.
Foto: AP Photo/Hatem Moussa
Warga Palestina mencari korban selamat dari pemboman Israel di kamp pengungsi Maghazi di Jalur Gaza pada Minggu, 5 November 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Perdana Menteri Bisher al Khasawneh mengatakan Yordania akan membuka "semua opsi" dalam menanggapi apa yang disebut sebagai kegagalan Israel membedakan antara target militer dan sipil dalam pengeboman dan invasi yang semakin intensif ke Jalur Gaza. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut langkah apa yang akan diambil Yordania.

Hal ini disampaikan beberapa hari setelah Yordania memanggil pulang duta besarnya dari Israel sebagai bentuk protes atas serangan Israel ke Gaza. Israel membombardir Gaza setelah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu.

Baca Juga

Pekan lalu Yordania juga mengumumkan duta besar Israel, yang meninggalkan Amman tidak lama setelah serangan Hamas, tidak akan diizinkan untuk kembali. Secara efektif ia dinyatakan sebagai persona non grata (orang yang tak diinginkan).

"Semua pilihan ada di atas meja untuk Yordania dalam menghadapi agresi Israel ke Gaza dan dampaknya," kata Khasawneh kepada media pemerintah, Senin (6/11/2023).

Yordania menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1994. Khasawneh mengatakan pengepungan Israel pada Gaza yang padat penduduk bukanlah pembelaan diri seperti yang selama ini mereka klaim.

"Serangan brutal Israel tidak membedakan antara target sipil dan militer dan meluas ke daerah-daerah yang aman dan ke ambulans," katanya.

Israel membantah sengaja menargetkan objek sipil di daerah yang padat penduduknya. Israel menuduh Hamas menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia, menggali terowongan di bawah rumah sakit, dan menggunakan ambulans untuk mengangkut para pejuangnya.

Dalam sebuah pernyataan, kementerian luar negeri Israel mengatakan "hubungan dengan Yordania memiliki kepentingan strategis bagi kedua negara dan kami menyesalkan pernyataan-pernyataan yang menghasut dari pemimpin Yordania."

Sejumlah diplomat mengatakan Yordania sedang meninjau kembali hubungan ekonomi, keamanan dan politiknya dengan Israel dan mungkin akan membekukan atau mencabut sebagian perjanjian perdamaiannya jika konflik Gaza memburuk.

Perang Israel-Hamas membangkitkan kembali ketakutan yang telah lama ada di Yordania, yang merupakan rumah bagi sejumlah besar pengungsi Palestina dan keturunan mereka. Mereka khawatir Israel dapat mengusir warga Palestina secara massal dari Tepi Barat yang diduduki Israel, di mana serangan pemukim Israel terhadap penduduk Palestina melonjak sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.

Kekhawatiran seperti itu meningkat sejak koalisi penguasa nasionalis-religius Israel, pemerintah paling kanan yang pernah ada, berkuasa tahun lalu, dengan beberapa kelompok garis keras yang mendukung "opsi Yordania adalah Palestina".

Raja Abdullah menyuarakan keprihatinan ini dalam pembicaraan dengan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg di Brussels. Ia memperingatkan akan adanya kekerasan yang meluas di Tepi Barat dan Yerusalem timur yang sebagian besar dihuni warga Arab, jika serangan pemukim Yahudi terhadap warga sipil Palestina tidak dihentikan.

Menteri Luar Negeri Ayman Safadi mengatakan setiap langkah untuk mengusir warga Palestina menyeberang ke Yordania, yang berbatasan dengan Tepi Barat, merupakan "garis merah" yang sama saja dengan pernyataan perang.

"Setiap upaya untuk mengusir warga Palestina dalam upaya Israel untuk mengubah geografi dan demografi akan kami hadapi," kata Safadi pekan lalu.

Sumber-sumber keamanan mengatakan tentara Yordania memperkuat posisinya di sepanjang perbatasannya. Sekutu AS ini khawatir akan kekerasan akan meluas di mana pro-Palestina dan kemarahan terhadap Israel menyebabkan demonstrasi besar-besaran untuk mendukung Hamas.

Para diplomat mengatakan kekhawatiran Yordania menjadi pusat perhatian dalam pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sejak perang Gaza meletus dan kemungkinan besar akan diangkat dalam pertemuan dengan Direktur CIA William Burns saat singgah di Yordania dalam waktu dekat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement