Rabu 15 Nov 2023 09:21 WIB

Saat Krisis Air, Allah Swt Turunkan Hujan di Gaza

Selama satu bulan, warga Gaza kesulitan air

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Hujan lebat akhirnya turun di Gaza setelah lebih dari satu bulan mengalami kesulitan air
Foto:

Namun, hujan lebat di Gaza pada Selasa (14/11/2023) menimbulkan kekhawatiran dan tantangan baru bagi warga Palestina, yang sebagian besar tinggal di tenda darurat setelah berminggu-minggu mengalami pengeboman oleh Israel.

Awal musim hujan dan kemungkinan banjir meningkatkan kekhawatiran bahwa sistem pembuangan limbah di daerah kantong padat penduduk tersebut akan kewalahan, dan penyakit akan menyebar. Di tempat penampungan PBB di Khan Yunis di Gaza selatan, hujan menimbulkan kekecewaan bagi para pengungsi yang terbangun dan mendapati pakaian yang mereka keringkan pada malam hari telah basah kuyup oleh hujan.

“Kami berada di sebuah rumah yang terbuat dari beton dan sekarang kami berada di dalam tenda,” kata Fayeza Srour, yang mencari keselamatan di wilayah selatan setelah Israel mulai mengebom Jalur Gaza pada tanggal 7 Oktober.

“Terpal nilon, tenda dan kayu tidak akan tahan terhadap banjir. Orang tidur di lantai, apa yang akan mereka lakukan?  Ke mana mereka akan pergi?," ujar Srour.

Pengungsi Gaza lainnya, Karim Mreish, mengatakan orang-orang di tempat penampungan berdoa agar hujan berhenti. “Anak-anak, perempuan, dan orang tua berdoa agar hujan tidak turun. Jika ya, maka akan sangat sulit dan kata-kata tidak akan mampu menggambarkan penderitaan kami," ujarnya.

Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, Gaza menghadapi peningkatan risiko penyebaran penyakit karena pengeboman udara Israel telah mengganggu sistem kesehatan, membatasi akses terhadap air bersih dan menyebabkan orang berkerumun di tempat penampungan.

WHO menyuarakan keprihatinan mengenai kemungkinan hujan yang akan menyebabkan banjir dan fasilitas pembuangan limbah yang sudah terbatas dan rusak. “Kita sudah mengalami wabah penyakit diare,” kata juru bicara WHO, Margaret Harris di Jenewa.

Harris mengatakan, ada lebih dari 30.000 kasus diare pada periode dimana WHO biasanya memperkirakan 2.000 kasus. “Kami mengalami banyak kerusakan infrastruktur. Kami kekurangan air bersih. Kami mempunyai orang-orang yang berkumpul bersama dengan padat. Ini adalah alasan lain mengapa kami memohon agar gencatan senjata dilakukan sekarang,” katanya.

Juru bicara Dewan Pengungsi Norwegia, Ahmed Bayram mengatakan, awal musim hujan bisa menandai minggu tersulit di Gaza sejak eskalasi pengeboman dimulai pada 7 Oktober. Menurutnya, hujan lebat akan menghambat pergerakan masyarakat dan tim penyelamat.

"Ini akan membuat lebih sulit untuk menyelamatkan orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan, atau menguburkan orang mati, semua ini terjadi di tengah pengeboman yang tak henti-hentinya dan bencana kekurangan bahan bakar," ujar Bayram.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement