REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Sekitar 1,3 juta warga Afghanistan diperkirakan akan pergi dari Pakistan ke negara asalnya. Kekhawatiran ini muncul usai beberapa minggu pihak berwenang Pakistan mulai mengusir orang asing yang tinggal di negara itu secara ilegal.
Peringatan yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) muncul di tengah pengusiran tersebut. Padahal cuaca dingin mulai terjadi dan kritik luas dari kelompok hak asasi manusia internasional dan domestik.
Sejak 1 November, polisi di Pakistan telah melakukan kunjungan dari rumah ke rumah untuk memeriksa dokumen para migran. Mereka yang melewati batas waktu dan tidak memiliki surat-surat diminta untuk pergi atau ditangkap. Kebanyakan dari mereka yang terkena dampak adalah warga negara Afghanistan.
Pakistan menampung jutaan warga Afghanistan yang meninggalkan negaranya selama pendudukan Uni Soviet pada 1979-1989. Jumlahnya membengkak setelah Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021. Diperkirakan 1,7 juta warga Afghanistan tinggal di Pakistan secara ilegal ketika tindakan keras tersebut dilancarkan.
Pemerintah Pakistan mengatakan, 1,4 juta warga Afghanistan yang terdaftar sebagai pengungsi tidak perlu khawatir, karena status mereka telah diperpanjang hingga Desember. Namun, tindakan keras yang dilakukan petugas keamanan telah memaksa sekitar 340 ribu warga Afghanistan dalam beberapa pekan terakhir meninggalkan Pakistan setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun.
Banyak warga Afghanistan yang telah berada di Pakistan selama beberapa dekade mengatakan, mereka harus diberi lebih banyak waktu. Mereka mengaku tidak memiliki rumah di Afghanistan dan tidak tahu cara memulai hidup baru dari awal lagi di Afghanistan.
Afghanistan pun telah membentuk komisi di Kabul untuk menangani repatriasi dari Pakistan. Juru bicara komisi pengungsi pemerintahan Afghanistan yang dipimpin Taliban Bilal Karimi mengatakan, sejauh ini 340.608 warga Afghanistan telah kembali.
Saat ini, WHO menyediakan fasilitas kesehatan bagi warga Afghanistan yang kembali melalui perbatasan di Torkham di barat laut Pakistan dan Chaman di barat daya. "Fluktuasi pengungsi yang kembali secara tiba-tiba dan meningkat, serta faktor-faktor terkait lainnya, menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan," ujar badan PBB itu.
Laporan WHO memperingatkan risiko wabah penyakit dan penularan virus polio liar di titik-titik masuknya warga Afghanistan ke negara tersebut. Badan itu juga meminta dana sebesar 10 juta dolar AS untuk menyediakan layanan kesehatan yang menargetkan 700 ribu warga Afghanistan yang kembali.
“Saat kita menyambut kembali warga Afghanistan ke negara ini, merupakan kewajiban kita bersama terhadap kesehatan masyarakat untuk memastikan bahwa kita memiliki sistem dan sumber daya untuk mencegah, mempersiapkan, dan merespons risiko kesehatan masyarakat,” kata Perwakilan WHO di Afghanistan Dapeng Luo.
Perkembangan terakhir ini juga terjadi sehari setelah ketua hak asasi manusia PBB Volker Türk menyatakan kekhawatiran usai laporan pengusiran sewenang-wenang terhadap warga negara Afghanistan dari Pakistan. Mereka mendapatkan pelecehan, termasuk penganiayaan, penangkapan, penahanan sewenang-wenang, serta penghancuran harta benda dan barang-barang pribadi hingga pemerasan.
Beberapa warga Afghanistan yang kembali mengatakan, telah diganggu oleh pihak berwenang Pakistan yang meminta suap. Salah satu pengungsi yang kembali Zabihullah mengatakan, bahwa dia menghabiskan 28 tahun hidupnya di Pakistan.
Zabihullah mengatakan, polisi Pakistan pekan lalu menggerebek rumah tempatnya tinggal di barat laut dan diminta meninggalkan negara itu. “Polisi menyita uang saya. Saya harus menjual barang-barang rumah tangga saya untuk pulang ke rumah bersama keluarga saya,” katanya.
Tapi, para pejabat Pakistan sering mengklaim bahwa warga Afghanistan yang kembali ke kampung halamannya diperlakukan dengan adil. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan Mumtaz Zahra Baloch mengatakan, pemulangan semua orang asing ilegal, termasuk warga Afghanistan, dilakukan dengan cara yang manusiawi.