Senin 27 Nov 2023 15:57 WIB

Cerita Tahanan Palestina yang Dibebaskan: Menderita Luka Bakar dan Dituduh Melakukan Teror

Israa Jaabis menghabiskan tujuh tahun di penjara Israel

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Salah seorang tahanan perempuan Palestina yang baru dibebaskan dari penjara Israel,  Israa Jaabis, memeluk kleuarganya.
Foto: Dok Middle East Eye
Salah seorang tahanan perempuan Palestina yang baru dibebaskan dari penjara Israel, Israa Jaabis, memeluk kleuarganya.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Para warga Palestina yang ditahan Israel telah kembali ke dalam pelukan keluarga. Beberapa dari mereka telah bertahun-tahun tidak bertemu keluarga dan merasa terkejut dengan perubahan yang ada.

Salah satu yang berbicara kepada media adalah Israa Jaabis. Dia menghabiskan tujuh tahun di penjara Israel sebelum dibebaskan dalam rangka perjanjian gencatan senjata.

Baca Juga

“Saya malu untuk memeluknya, karena dia sudah menjadi laki-laki, tapi ketika dia memanggilku 'ibuku' aku ingat lagi bahwa dia akan selalu menjadi anak kecil di mataku," ujar Jaabis saat kembali ke rumah, bertemu putranya Mutasem.

Jaabis akhirnya bisa bertemu Mutasem yang dia tinggalkan saat berusia tujuh tahun. “Saat saya pergi, dia masih kecil, sekarang dia sudah remaja, dengan rambut di kaki dan badannya. Dia hampir menjadi laki-laki,” katanya.

Pada 11 Oktober 2015, perempuan berusia 31 tahun sedang dalam perjalanan menuju rumahnya di Yerusalem ketika tabung gas di mobilnya meledak dan mobilnya terbakar. Dia menderita luka bakar tingkat tiga yang menghanguskan 60 persen tubuhnya, termasuk wajah dan tangannya. Pihak berwenang Israel menuduh Jaabis ingin melakukan serangan teror, tuduhan yang dibantahnya.

Jaabis baru mendengar tentang pertukaran tersebut beberapa hari sebelum pembebasannya. Dia berharap dia akan menjadi salah satu kelompok pertama yang dibebaskan. “Saya merasa administrasi penjara tidak ingin saya keluar,” katanya.

Sedangkan mantan tahanan Israel Ibrahim Al-Sabah juga mengaku tidak mengetahui kabar terbaru selama berada di penjara Israel. “Tahanan baru menjadi satu-satunya sarana kami untuk berhubungan dengan dunia, karena mereka mengalami makanan dan perlakuan yang sangat buruk sejak 7 Oktober,” ujar sosok yang dibebaskan dalam gelombang kedua perjanjian pertukaran tahanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement