REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan bahwa pasukan sniper Israel menembak Direktur Jenderal Farmasi di Kementerian Kesehatan, Dr Ashraf Abu Mahady ketika dalam perjalanan menuju ke gudang penyimpanan obat-obatan. Dr Mahady bertugas mengamankan pasokan obat-obatan dan kebutuhan medis penting untuk Rumah Sakit Al-Shifa, Rumah Sakit Al-Ahli, dan beberapa puskesmas di Gaza yang masih beroperasi.
Selain mengenai Dr Mahady, peluru yang ditembakkan oleh sniper militer Israel ini juga mengenai sopir ambulans yang menemaninya dan satu orang lainnya. "Saat korban mencapai gudang, penembak jitu terlihat di sekitarnya, dan terjadi insiden penembakan, yang mengakibatkan ketiganya terluka," ujar Kementerian Kesehatan Gaza kepada Quds News Network, Ahad (10/12/2023).
Tak hanya menembak ketiga orang tersebut, pasukan sniper Israel juga menargetkan ambulans yang datang untuk mengevakuasi ketiga korban.
Kementerian Kesehatan mengutuk keras penembakan ini dan menambahkannya ke dalam catatan kriminal hitam yang dilakukan oleh tentara pendudukan Israel. Kementerian Kesehatan juga menyerukan PBB dan lembaga-lembaganya untuk segera mengaktifkan hukum humaniter internasional dan resolusi internasional terkait dengan perlindungan kru medis, dan mengkriminalisasi penargetan mereka.
Sebelumnya pada 23 November lalu, tentara Israel menangkap Direktur Rumah Sakit al-Shifa, Muhammad Abu Salmiya bersama beberapa dokter senior lainnya. Kabar tentang penangkapan ini disampaikan Khalid Abu Samra, kepala departemen di rumah sakit tersebut.
“Dokter Mohammad Abu Salmiya ditangkap bersama beberapa dokter senior lainnya,” ujar Khalid Abu Samra yang menjabat sebagai salah satu kepala departemen di RS Al-Shifa, dikutip laman Al Arabiya.
Sejak awal pasukan zionis Israel melakukan agresi militer ke Jalur Gaza, sejumlah rumah sakit dan fasilitas kesehatan menjadi incaran serangan Israel. Rumah Sakit Al-Shifa termasuk yang menjadi fokus utama serangan darat Israel di Gaza Utara. RS tersebut telah diduduki pasukan Israel sejak 15 November 2023 lalu karena diyakini memiliki fasilitas bawah tanah yang menjadi markas komando Hamas.