REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB mengatakan Israel mencegah penyidik PBB untuk berbicara dengan saksi mata dan korban serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu. Israel mengklaim Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik 250 lainnya dalam serangan tersebut.
"Sejauh menyangkut pemerintah Israel, kami tidak hanya menghadapi kurangnya kerja sama, tetapi juga hambatan aktif terhadap upaya kami untuk mendapatkan bukti dari para saksi dan korban dari Israel terkait peristiwa yang terjadi di Israel selatan," kata salah satu dari tiga anggota penyelidikan tersebut Chris Sidoti seperti dikutip dari Aljazirah, Selasa (16/4/2024).
Melalui sambungan video Sidoti mengatakan penyelidikan tersebut mengalami kesulitan untuk mengumpulkan bukti dari sejumlah besar saksi. "Saya menggunakan kesempatan ini untuk mengimbau kembali kepada pemerintah Israel untuk bekerja sama, dan kepada para korban dan saksi mata kejadian di Israel selatan untuk menghubungi komisi penyelidikan agar kami dapat mendengar apa yang mereka alami," katanya.
Sidoti juga mengatakan para penyelidik mulai mengumpulkan bukti digital sejak 7 Oktober 2023, yang beberapa di antaranya 'menghilang dari internet'. "Jika tidak dikumpulkan pada hari itu, bukti-bukti tersebut tidak akan bisa dikumpulkan," kata mantan komisioner hak asasi manusia Australia itu.
Israel menggunakan serangan mendadak Hamas sebagai dasar serangannya ke Gaza. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan sudah lebih dari 33.800 orang Palestina tewas dalam serangan-serangan Israel di kantong pemukiman tersebut.