Selasa 09 Jan 2018 10:32 WIB

Pengadilan Bangladesh Kuatkan Larangan Nikahi Warga Rohingya

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Pengungsi Rohingya korban perkosaan militer Myanmar. Kini ia berada di kamp pengungsian Kutupalong di Bangladesh
Foto: Wong May E/AP Photo
Pengungsi Rohingya korban perkosaan militer Myanmar. Kini ia berada di kamp pengungsian Kutupalong di Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pengadilan Bangladesh pada Senin (8/1) telah menetapkan keputusan pemerintah yang melarang pernikahan antara warganya dengan pengungsi Rohingya. Warga etnis Rohingya meninggalkan Myanmar setelah mengalami serangkaian kekerasan.

Pengadilan Tinggi Dhaka menolak tuntutan hukum dari seorang ayah yang anaknya menikahi seorang remaja Rohingya dalam sebuah upacara pernikahan Muslim pada September lalu, meskipun, ada undang-undang yang melarang penyatuan kedua pasangan semacam itu di Bangladesh.
 
Perkawinan dengan warga Rohingya telah dilarang pada 2014. Kebijakan itu dikeluarkan guna mencegah ratusan ribu pengungsi tinggal di Bangladesh untuk mencari kewarganegaraan lewat jalan pintas.
 
Babul Hossain, yang anaknya berusia 26 tahun dan melarikan diri dengan istri barunya setelah menikah mempertanyakan legalitas dari keputusan tersebut. Keputusan itu memberikan ancaman berupa hukuman tujuh tahun penjara bagi warga Bangladesh yang menikahi seorang pengungi Rohingya. Namun demikian, pengadilan menolak permohonannya dan memerintahkan dia membayar biaya hukum senilai 100 ribu taka (1.200 dolar AS).
 
"Pengadilan menolak petisi tersebut dan telah menegakkan perintah administratif yang melarang pernikahan antara warga Bangladesh dan orang-orang Rohingya," kata Wakil Jaksa Agung Motaher Hossain Saju, dilansir dari AFP, Selasa (9/1).
 
Saju mengatakan, permintaan Hossain agar pengadilan melindungi anaknya dari langkah penangkapan juga ditolak. Sekitar 655 ribu warga etnis Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus setelah tentara Myanmar memulai kampanye pemerkosaan dan pembunuhan di negara bagian Rakhine.
 
Mereka bergabung dengan lebih dari 200 ribu pengungsi yang tinggal di Bangladesh yang telah melarikan diri dari kekerasan sebelumnya di Rakhine. Berbagai kelompok bantuan telah melaporkan kasus-kasus orang Bangladesh yang menawarkan perkawinan remaja putri sebagai cara untuk melarikan diri dari kamp-kamp pengungsian di sepanjang perbatasan tenggara Bangladesh.
 
Hossain tidak bisa dihubungi setelah adanya keputusan itu. Namun dalam sebuah pernyataan sebelumnya, dia membela pernikahan anaknya dengan wanita Rohingya berusia 18 tahun. Ia juga membantah pernikahan itu dilandasi sebuah pencarian kewarganegaraan.
 
"Jika orang Bangladesh bisa menikahi orang Kristen dan orang-orang dari agama lain, apa salahnya pernikahan anak saya dengan seorang Rohingya? Dia menikahi seorang Muslim yang berlindung di Bangladesh," Kata Hossain.
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement