Sabtu 20 Jan 2018 04:29 WIB

Htay Win: Umat Budha Myanmar tak Membenci Muslim

Enam puluh persen Rohingya masih tinggal di Myanmar.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Teguh Firmansyah
 Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.
Foto: AP/Dar Yasin
Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah wawancara tertutup dengan militer Myanmar, mantan petinggi Myanmar menegaskan  jika umat Budha di negara tersebut tidak membenci Muslim.

Mantan Kepala Staf Umum Angkatan Darat Laut dan Udara, Hla Htay Win menegaskan mayoritas orang-orang Rohingya  bahkan belum melarikan diri.

"Enam puluh persen orang Bengali tinggal bersama dengan orang-orang etnis Rakhine dengan damai. Mereka belum meninggalkan negara ini," kata Hla Htay Win dikutip dari Channel News Asia, Juamt (19/1).

 

Dia juga memberikan komentarnya setelah dikabarkan sekitar 650 ribu orang Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine, Myanmar ke Bangladesh.

 

Hal itu dilakukan untuk menghindari tindakan keras militer Myanmar yang dipicu oleh serangan dari Arakan Rohinga Solidarity Army (ARSA) pada Agustus lalu.

 

ARSA melancarkan serangan terhadap 30 pos polisi dan satu pangkalan militer. Serangan tersebut mengakibatkan kematian lebih dari 300 militan dan ribuan warga Rohingya. Semenjak itu, PBB menuduh Myanmar melakukan pembersihan etnis terhadap orang-orang Rohingya.

 

Terkait hal tersebut, Hla Htay Win dengan tegas menolak tuduhan-tuduhan tersebut. Dia menegaskan militer siap melakukan tindakan terhadap pembunuhan yang salah jika kasus-kasus tersebut dilaporkan dan ternyata benar.

 

Dia juga membantah terjadi adanya perkosaan sistematis terhadap wanita Rohingya membunuh warga sipil. "Secara umum, kita tidak melawan Muslim dan kita telah hidup damai bersama. Kebanyakan orang Bengali hanya ingin hidup damai," tutur Hla Htay Win.

 

Sentimen anti-Rohingya juga telah dipicu oleh biksu ekstremis, Ashin Wirathu. Pada 2003, biksu tersebut pernah dijatuhi hukuman 25 tahun penjara atas khotbah anti-Islamnya namun dibebaskan setelah menjalani masa tahanan sembilan tahun.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement