Senin 25 May 2015 09:20 WIB

Kelaparan Picu Krisis Ekonomi di Sudan Selatan

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Karta Raharja Ucu
Penduduk Sudan Selatan
Foto: Reuters
Penduduk Sudan Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JUBA -- Sudan Selatan di ambang keruntuhan ekonomi. Penyebabnya karena kelaparan berkepanjangan akibat perang yang terus merenggut nyawa.

Koordinator Kemanusiaan PBB di Sudan Selatan, Toby Lonzer mengatakan inflasi di negara tersebut akan melonjak tinggi sehingga Pound, mata uang Sudan Selatan, akan anjlok. "Sudan Selatan memiliki beberapa indikator pembangunan manusia paling rendah. Selain kekerasan brutal yang sudah berlangsung 17 bulan ini, negara ini juga di tengah tekanan ekonomi dan di ambang keruntuhan," kata Lanzer, dilansir dari the Guardian, Senin (25/5).

Hal ini tentu saja memberi dampak signifikan pada penghasilan masyarakat setempat. Mereka akan menghabiskan 80-85 persen dari pendapatan untuk makanan.

Sudah Selatan terlibat dalam perang sipil pada Desember 2013 ketika Presiden Salva Kiir menuduh mantan wakilnya, Riek Machar memprovokasi pemberontakan. Pertempuran dilancarkan oleh etnis Dinka yang mendukung Kiir terhadap etnis Nuer yang mendukung Machar.

Hampir 3,5 juta orang atau 40 persen populasi Sudan Selatan membutuhkan bantuan pangan darurat pada Juni mendatang. Pada Maret lalu, pertempuran menyebabkan 650 ribu orang tidak terjangkau bantuan kemanusiaan. Lanzer menambahkan kelaparan tidak bisa dikesampingkan. Ia tak ingin hal yang terjadi di Somalia juga dihadapi Sudan Selatan dimana ratusan ribu orang meninggal karena kelaparan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement