Selasa 26 Apr 2016 13:22 WIB

Jokowi Akui Kesulitan Bebaskan Sandera WNI, Ini Alasannya

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Teguh Firmansyah
Milisi Abu Sayyaf
Foto: krmagazine
Milisi Abu Sayyaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah hampir satu bulan lamanya 10 warga negara Indonesia (WNI) menjadi tawanan kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina. Mereka belum berhasil dibebaskan, empat WNI lain kini kembali menjadi korban perompakan dan penyanderaan.

Presiden Joko Widodo menyebut situasi yang dihadapi pemerintah dalam kasus ini sangat rumit. Berdasarkan informasi yang diterima pemerintah, para sandera selalu dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. "Pindah-pindah sandera ini menyulitkan kita. Tapi, Insya Allah segera kita selesaikan," kata Presiden Jokowi, di Istana Negara, Selasa (26/4).

Jokowi menyebut, ada dua cara yang dapat dilakukan dalam melakukan upaya pembebasan, yakni melalui koordinasi dengan otoritas Filipina dan dengan mencari informasi langsung lewat jaringan yang dimiliki pemerintah.

Presiden menjelaskan, dalam kasus ini, militer Indonesia tak bisa turun langsung untuk melakukan upaya pembebasan ke markas Abu Sayyaf. Sebab, aturan di Filipina tidak memungkinkan negara lain ikut dalam operasi militer tanpa seizin parlemen mereka.

Baca juga, Abu Sayyaf Penggal Sandera Asal Kanada.

Hal ini pula yang menurut Jokowi menjadi salah satu kendala. Oleh karena itulah, Jokowi tak bisa memasang target kapan para WNI dapat dibebaskan. Sebab, pemerintah harus sangat berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan.

Berkaca pada negara-negara lain yang warganya juga menjadi sandera, Presiden menyebut ada yang sudah delapan bulan belum juga berhasil dibebaskan. Bahkan, satu warga negara Kanada sudah dipenggal kepalanya oleh kelompok teroris tersebut. "Jadi tidak segampang itu. Kita harus mengerti bahwa persoalannya tidak mudah," ucap Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement