Sabtu 09 Sep 2017 13:06 WIB

Kisah Bayi Rohingya yang Lahir di Tengah Hutan

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Rumah-rumah terbakar di desa Gawdu Zara, negara bagian Rakhine utara, Myanmar, Kamis, (7/9). Wartawan melihat api baru terbakar di desa yang telah ditinggalkan oleh Muslim Rohingya,
Foto: AP Photo
Rumah-rumah terbakar di desa Gawdu Zara, negara bagian Rakhine utara, Myanmar, Kamis, (7/9). Wartawan melihat api baru terbakar di desa yang telah ditinggalkan oleh Muslim Rohingya,

REPUBLIKA.CO.ID, BANGLADESH -- Para Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, mengungsi di wilayah negara tetangganya, Bangladesh.

Mereka tinggal di beberapa kamp pengungsian. Setelah selamat dari kekerasan militer Myanmar, kini mereka mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan logistik seperti makan dan minum.

Portal berita ABC, Sabtu (9/9) melaporkan banyak bayi yang baru lahir dalam perjalanan mengungsi Muslim Rohingya. Bayi-bayi ini tengah kesulitan mendapatkan tempat berlindung, makanan dan air di kamp pengungsian. Salah satunya, bayi dari pasangan Ali Johar dan Khuthija.

Khutija diam dan terlihat lelah. Dia terus memegang bayi perempuan yang baru berusia dua hari. Bayi yang masih belum diberi nama ini lahir di sebuah hutan tanpa bantuan apapun, dalam perjalanan menuju Bangladesh.

"Saya tiba di Bangladesh dua hari yang lalu karena beberapa orang datang menikam banyak warga dan membakar rumah-rumah di desa kami, rumah saya habis terbakar," kata Ali Johar, seperti dilansir dari ABC, Sabtu (9/9).

Kini, Ali dan Khutija harus berjuang keras menjaga buah hatinya selama di kamp pengungsian. Sebab, di sana tidak ada air bersih dan sanitasi atau sesuatu yang bisa membuatnya bertahan. Ali pun mengaku tidak sempat membawa apapun saat kabur dari Rakhine.

Di dekat pasangan Ali dan Khutija, ada Hafizullah Muhammad dan istrinya, Senwara Begum, yang membawa lima anak. Mereka tinggal sementara di sebidang tanah di balik bukit. Mereka bercerita melihat bagaimana beberapa orang memancung orang di dekat perbatasan Myanmar dan Bangladesh. 

"Tentara menembaki rumah kami, kami semua keluar dan menyerah," kata Hafizullah menjelaskan. Saat datang, tentara itu mempersilakan keluarga Hafizullah melarikan diri.

Lantas, dia dan istri serta lima anaknya berlari ke satu arah sementara orang tuanya, berlari ke arah yang lain. "Kami masih belum tahu di mana orang tua kami berada," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement