Senin 23 Oct 2017 10:18 WIB

Indonesia dan Singapura Bisa Jadi Mediator Sengketa LCS

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.
Foto: The New York Times
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diplomat Senior Indonesia Hasjim Djalal mengatakan ASEAN harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan sengketa Laut Cina Selatan (LCS). Jika dilihat dari masalahnya, negara-negara anggota ASEAN terbagi menjadi dua, yaitu negara yang terlibat dan negara yang tidak terlibat.

Menurutnya, negara-negara yang tidak terlibat, khususnya Indonesia dan Singapura, dapat menjadi mendiator dalam sengketa tersebut. Upaya perundingan diperlukan agar stabilitas di kawasan dapat terus terjaga.

 

"Indonesia dan Singapura dalam hal ini harus mendorong negara-negara ASEAN yang tidak terlibat lainnya (Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Laos), untuk mengambil tindakan dengan membawa semua pihak yang bersengketa ke meja perundingan," kata Hasjim di Jakarta, Sabtu pekan lalu.

 

Perundingan hanya dapat dilakukan jika Indonesia dan Singapura mengambil inisiatif diplomatik. Negara-negara yang tidak terlibat dalam sengketa, harus bisa mendorong Cina agar menyetujui kerangka Code of Conduct (CoC) atau kode etik LCS.

 

"Setiap saya pergi ke Singapura dan membicarakan hal ini, Singapura selalu mengatakan 'akan kami pikirkan'. Sampai kapan Anda terus berfikir?" tambah dia.

 

Hasjim mengatakan ia telah membaca banyak studi tentang mekanisme penyelesaian sengketa, seperti perselisihan di Aceh, dan Timur Leste. Menurutnya, mekanisme penyelesaian sengketa di LCS tetap harus sesuai dengan kerangka CoC antara ASEAN dengan Cina.

 

"Mekanisme penyelesaian sengketa tidak dimaksudkan untuk melawan ASEAN, melawan Cina, tapi untuk mencari solusi dalam menghadapi masalah ini, setelah bertahun-tahun lamanya," jelas Hasjim.

 

Meski demikian ia menambahkan, Cina selama ini tidak pernah berpikir sengketa LCS adalah sengketa antara Cina dan ASEAN karena tidak seluruh negara Asia Tenggara terlibat. Tapi tentu isu ini telah menjadi isu keamanan bagi seluruh kawasan ASEAN.

 

"Tapi setiap kali saya berkeliling ASEAN menjelaskan hal ini, termasuk Myanmar, Kamboja, Brunei, Malaysia, Cina, Taipei, semuanya tetap diam," ungkap Hasjim.

 

Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Sistem Menajemen Nasional Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Laksda TNI Untung Suropati mengungkapkan pernyataan yang sama. Menurut dia, sudah saatnya Indonesia mengambil posisi strategis dalam sengketa LCS dengan serius.

 

"Indonesia tetap bisa menikmati investasi ekonomi Cina dan pada saat yang sama Indonesia juga bisa menantang dominasi Cina," ujar Untung.

 

Untung percaya ASEAN dan Cina akan menemukan satu titik temu dalam sengketa LCS. Kendati demikian, solusi tersebut tidak akan menguntungkan ASEAN.

 

Dengan demikian, ia menambahkan, Indonesia harus memainkan peran tradisionalnya sebagai penyeimbang. Hal ini sesuai dengan esensi dari kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, yang telah lama digaungkan oleh Bung Hatta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement