Jumat 24 Nov 2017 16:55 WIB

Anggota Dewan Bawa Anak di Sidang Picu Perdebatan di Jepang

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Wanita Jepang (ilustrasi).
Foto: photos.com
Wanita Jepang (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  TOKYO -- Seorang politikus lokal perempuan Jepang dikritik oleh anggota parlemen karena membawa bayinya dalam sidang paripurna. Seperti dilansir dari BBC, Jumat (24/11) Yuka Ogata mengatakan dia ingin menunjukkan betapa sulitnya bagi perempuan untuk berkarir dan membesarkan anak-anak.

Pejabat majelis kota Kumamoto mengatakan Yuka Ogata telah melanggar peraturan majelis tentang pengunjung.

Setelah diskusi panjang, Ogata menitipkan anaknya kepada seorang teman. Akibatnya sidang anggota dewan terlambat 40 menit dari jadwal yang ditentukan.

Dewan mengatakan anggota akan membahas permasalahan ini dan mencari cara untuk mendukung anggota parlemen yang memiliki anak kecil. "Kami ingin bekerja pada sebuah sistem di mana anggota majelis dapat berpartisipasi dalam pertemuan dengan anak-anak mereka," ujar pembicara parlemenYoshitomo Sawada.

Dorongan untuk kesetaraan jender di perusahaan Jepang dimulai pertama kalinya sejak Ogata menghadiri sidang paripurna majelis kota usai melahirkan anaknya tujuh bulan yang lalu.

Ogata mengatakan, dia telah meminta berulang kali kepada sekretariat untuk mengizinkan anaknya tetap berada bersamanya selama di majelis atau menyediakan fasilitas penitipan anak. "Saya ingin majelis menjadi tempat di mana wanita yang membesarkan anak juga bisa melakukan pekerjaan dengan baik," katanya.

Dia mengaku tidak mendapat tanggapan positif sehingga memutuskan untuk membawa anaknya. Sementara itu, sekretariat dewan mengatakan kepada surat kabar Asahi Shimbun bahwa Ogata hanya menyatakan kecemasannya karena terpisah dari anak untuk waktu yang lama dan tidak meminta untuk membawa anaknya ke sidang paripurna.

Meskipun tidak ada aturan eksplisit untuk tidak membawa bayi namun peraturan majelis melarang pengunjung untuk hadir saat rapat berlangsung.

Jepang adalah negara dengan peran gender yang sangat tradisional dan banyak wanita memilih untuk meninggalkan karir mereka begitu menikah dan memiliki anak.

Pemerintah Perdana Menteri Shinzo Abe telah bertahun-tahun berusaha membuat ibu lebih mudah bekerja setelah melahirkan namun meski ada upaya ini, jurang perbedaan gender di negara tersebut tetap luas. Jepang berada di peringkat 114 dari 144 negara dalam laporan World Economic Forums 2017 Global Gender Gap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement