Kamis 18 Jan 2018 17:55 WIB

Geramm dan AJI Kecam Pelecehan Jurnalis Perempuan

Edukasi tentang kondisi kerja yang tidak ramah, pelecehan dan kekerasan seksual pada pekerja perempuan pada segala sektor. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Atika Fauziyyah
Edukasi tentang kondisi kerja yang tidak ramah, pelecehan dan kekerasan seksual pada pekerja perempuan pada segala sektor. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Gerakan Media Merdeka (Geramm) yang berbasis di Kuala Lumpur dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang berbasis di Jakarta mengecam kasus dugaan pelecehan seksual oleh pejabat pemerintah terhadap jurnalis wanita di Malaysia, Indonesia, dan Filipina.

Dalam pernyataannya di Kuala Lumpur, Kamis (18/1), Geramm mengutip sebuah laporan yang dikeluarkan oleh "The Asian Correspondent", ada delapan jurnalis wanita dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina telah menjadi korban karena mereka menerima pelecehan seksual saat melakukan pekerjaannya sebagai jurnalis profesional.

Laporan tersebut mengutip dua jurnalis wanita Malaysia dan seorang jurnalis wanita Indonesia. Ketiganya yang memiliki pengalaman serupa dalam menghadapi pelecehan seksual yang tidak diinginkan yang berkisar dari pesan teks, kontak fisik atau undangan makan malam yang tampaknya tidak biasa.

Yang lebih mengkhawatirkan juga fakta bahwa salah satu wartawan mengatakan dia melaporkan kejadian tersebut ke editornya kemudian hanya diberitahu untuk "memanfaatkan" situasi tersebut agar mendapatkan liputan-liputan yang lebih besar.

"Ini adalah masalah umum di kedua negara dan di kawasan ini. Kami ingin mendesak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menolak segala bentuk pelecehan seksual terhadap semua jurnalis atau dalam kasus khusus ini, terhadap wartawan wanita," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Mereka menyatakan masalahnya telah lama diabaikan karena dianggap bukan merupakan isu penting atau telah "dinormalisasi" sebagai bagian dari interaksi sehari-hari antara wartawan dan sumber berita mereka.

Geramm dan AJI percaya bahwa suara beberapa wartawan wanita yang cukup berani untuk berbagi cerita sehingga berarti saatnya telah tiba bagi rumah media untuk merespons dengan memberi contoh tentang kesetaraan gender dan rasa hormat.

Disebutkan, bahwa garis kabur dari apa yang merupakan pelecehan seksual oleh seorang sumber harus ditarik dengan jelas dan untuk memastikan bahwa ada saluran yang tepat untuk masalah semacam itu yang harus ditangani.

Salah satu saran yang diajukan oleh berbagai jurnalis adalah pendidikan tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh organisasi media dan kelompok wartawan. Sehingga, jurnalis mengetahui hak mereka dan apa yang dapat dan harus mereka lakukan saat menghadapi situasi seperti itu.

Selain itu, ujar dia, tindakan yang jelas dan adil dalam bentuk hukum harus dilihat oleh kekuatan yang menjadi dirinya sendiri. Karena pelecehan seksual terutama terhadap perempuan tersebar luas di wilayah tersebut.

Geramm dan AJI menuntut semua sumber berita, terlepas dari status mereka, untuk menunjukkan rasa hormat terhadap wartawan yang bertugas. Sebagai organisasi yang memperjuangkan kebebasan pers dan hak semua praktisi media, Geramm dan AJI bersatu dalam pendirian bahwa isu pelecehan seksual harus ditangani secara holistik.

Sementara, pihaknya mengakui, pentingnya bagi wartawan untuk membangun hubungan dan komunikasi dengan para politisi. "Interaksi semacam itu juga harus didasarkan pada prinsip saling menghormati. Seharusnya tidak ada alasan untuk membiarkan perilaku semacam itu dalam perjalanan mengejar sebuah cerita," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement