Selasa 05 Sep 2017 18:41 WIB

Satu Juta Anak Hidup Memprihatinkan di Gaza

Rep: Marniati/ Red: Andi Nur Aminah
Anak-anak kecil yang tinggal di Jalur Gaza kondisinya memprihatinkan.
Foto: Reuters
Anak-anak kecil yang tinggal di Jalur Gaza kondisinya memprihatinkan.

REPUBLIKA.CO.ID,  GAZA -- Badan Amal Internasional, Save The Children mengatakan satu juta anak-anak mengalami kondisi yang memprihatinkan di Jalur Gaza. "Satu juta anak di Gaza hidup dalam kondisi mengerikan. Save the Children menganggap Gaza tidak bisa dipercaya sekarang," kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Aljazirah, Selasa (5/9).

Menurut badan amal tersebut, 60 persen laut di sekitar Gaza terkontaminasi limbah yang tidak diolah. Lebih dari 90 persen sumber airnya terlalu terkontaminasi untuk dikonsumsi manusia.

Wilayah Palestina yang terkepung, di mana lebih dari dua juta orang tinggal, juga telah menderita krisis energi sejak pertengahan April karena perselisihan mengenai pajak antara Hamas, yang mengatur wilayah kantong tersebut, dan Otoritas Palestina Tepi Barat yang diduduki, partai Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Gaza juga berada di bawah blokade ketat Israel selama satu dekade dan penduduk telah mengalami pemadaman listrik yang terus-menerus.

Menurut Save the Children, Krisis listrik dan krisis lingkungan yang terus berlanjut telah menyebabkan lebih dari satu juta anak di Gaza tidak dapat tidur, belajar atau bermain. Badan amal ini menerangkan situasi di Gaza adalah krisis kemanusiaan yang terus berkembang. Situasi semakin parah setiap harinya.

Save the Children meminta Israel untuk mencabut blokade Gaza dan pihak berwenang Palestina dan Israel untuk menyediakan layanan dasar. Kurangnya layanan tersebut berkontribusi terhadap meningkatnya masalah kesehatan mental di daerah kantong. "Anak-anak Gaza sudah menderita melalui penyeberangan selama sepuluh tahun dan ancaman konflik terus berlanjut," ujar Kepala Save The Children Palestina, Jennifer Moorhead.

Menurutnya, hidup tanpa akses terhadap layanan dasar seperti listrik dapat memengaruhi kehidupan keluarga dan kesejahteraan mental. "Kami melihat peningkatan tingkat kecemasan, agresi, dan perubahan suasana hati." tambahnya.

Save the Children menjelaskan lebih dari 740 sekolah sedang berjuang untuk berfungsi tanpa listrik dan kebanyakan keluarga hanya menerima dua sampai empat jam listrik setiap hari. PBB menemukan pada tahun 2012, jika tidak ada yang dilakukan untuk mengurangi blokade di Gaza, maka kehidupan di jalur tersebut akan semakin berantakan pada tahun 2020 nanti.

Hamas telah menduduki Gaza sejak 2007 saat merebut wilayah tersebut dari gerakan Fatah Abbas dalam sebuah perselisihan mengenai pemilihan parlemen yang dimenangkan oleh Hamas pada tahun sebelumnya. Beberapa upaya rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah telah gagal, namun Otorita Palestina terus membayar Israel untuk sebagian listrik yang dikirim ke daerah kantong tersebut.

Israel telah meluncurkan tiga serangan di Gaza sejak 2008, di mana ribuan orang Palestina terbunuh. Kerusakan parah pada infrastruktur Gaza ikut berkontribusi terhadap krisis kemanusiaan saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement